The traditional clothing of Ngalum tribe (District Okbibab) Pegunungan Bintang
Yepmum, Telep, Asbe, Yelako, Lapmum,

Thursday, August 25, 2011

The role of schools in developing and introducing to students a right and bad attitude in the schools environment

By: Kasipdana Otys
Schools are introducing the behavior of what is' right, or what is wrong to students as a means of personality development and attitude formation and mentality of the students at the school. I will try to explain my reasons why I agree to this statement:
First of all, in the school environment is second place after their home. At school students will perform all their activities such as learning, playing, adapt to others, how to appreciate, give and accept as well as many things they learn in the school environment. So, school is a place where students will develop into a matured person. By reason, it is said that the school is the most important part in coaching and attitude formation for these students.
Secondly, the school is the second parent after their own parents at home. Many things are not possible for parents to teach to their children at their own home, so school is a great place to learn many things. Schools will teach various things by teachers who are quite experienced and have a fairly high education, so students will gain a lot of knowledge; attitudes and personality are well established and reliable. Therefore, nowadays older people encouraging them to entrust their children in school as a place of coaching children become more mature than their own home. This is due to many factors, such as most parents are busy in their work, whether in the office, home or other businesses. Thus, they do not have enough time to educate their children in all respects. Apart from that, knowledge or the ability of parents in educating their own children at home is less than the school which would have led to the growth and formation of attitudes and behavior of children will be less too. School is a pretty good place for the formation of attitude and mentality of the students than in their own homes.
Finally, coaching students in school is a big responsibility that parents entrust the school. For example, a child as an infant up to age 6 years is the sole responsibility of the parents at home. But the children has started school from kindergarten, that the responsibility is no longer the only parents at home but have largely been the responsibility of the school. Moreover, students will be easier to adapt to rapidly evolving through interaction with their friends in the school environment. This will certainly affect the formation of attitudes and behaviors such students. Therefore, expect the school (in this case the teacher and the mentor-coach) to be able to teach and direct students to the things that are positive, so that they able to develop their attitude and behaviors in the school environment and also outside of school environment. The responsibility of schools in shaping students' attitudes is the most important thing regardless of the guidance by their parents at homes.
In brief, I would like to express that the coaching of the mentality and attitude formation of the students is  not only the responsibility of parents, but schools also are an important part in educating students to become mature in attitude and behavior of their lives. To that end, cooperation between the parents of the students and the school is very important because only by such roads will jointly educate and shape students' attitudes became an honor student and adult. Thus, when they grow up and plunge into the real world they may be able to adapt to anyone, anytime, anywhere with a capital of the correct attitude and right behavior.





Monday, July 18, 2011

BUKU MERUPAKAN GURU YANG BAIK

By : Kasipdana Otys


Mengapa buku merupakan guru yang baik?

Ada sebuah ungkapan mengatakan bahwa : “katakan apa yang and baca dan saya akan memberitahukan siapa anda”. Bagi saya sebuah buku adalah guru yang baik yang selalu membimbing saya sepanjang kehidupan saya serta pendamping yang benar-benar mendorong saya dan memberikan solusi dalam segala kesulitan yang saya hadapi. Bahkan buku merupakan sumber pengetahuan berharga bagi mereka yang ingin menguasai segala yang mereka tidak mengenal sesuatu sebelumnya.
Melalui membaca buku baik karya orang dalam maupun luar negeri akan dapat menolong kita membuka wawasan kita untuk mengetahui lebih banyak tentang kebudayaan serta peradaban suku bangsa lain di dunia dalam segala aspek kehidupan baik sains, sosiologi, antropologi, teknologi dan ekonomi serta bidang-bidang lainnya. Tidak ada yang menyangkal peran penting buku dalam memgembangkan pengetahuan manusia. Semakin banyak kita membaca, semakin kita menjadi bijaksana dan memiliki banyak pengalaman. Dengan membaca buku, kita akan dapat membuang semua prasangka dan pikiran-pikiran sempit.

Selanjutnya, buku adalah sahabat sejati yang selalu berbagi kegembiraan dan penderitaan dalam kegiatan sehari-hari kita. Jika anda dalam keadaan susah dan kecewa dalam setiap urusan kita, bacalah cerita-cerita humor halus yang terkena “humorist” di dunia. Percaya atau tidak, semua kesedihan dan kekecewaan anda akan lenyap sekaligus.
Singkatnya, membaca buku akan membantu kita melatih kepribadian kita. Mereka membantu kita membedakan baik dari yang buruk dan mereka membawa kita kearah yang benar, baik dan indah.
Semoga kutipan ini menjadi bahan motivasi bagi kita untuk  mau membaca buku.



Monday, July 11, 2011

DASAR DASAR PERJUANGAN KEMERDEKAAN PAPUA BARAT



Oleh: Ottis Simopiaref

Mengapa rakyat Papua Barat ingin merdeka di luar Indonesia? 
Mengapa rakyat Papua Barat masih tetap meneruskan perjuangan mereka? 
Kapan mereka mau berhenti berjuang? 
Ada empat faktor yang mendasari keinginan rakyat Papua Barat untuk memiliki negara sendiri yang merdeka dan berdaulat di luar penjajahan manapun, yaitu: 
1. hak 
2. budaya 
3. latarbelakang sejarah 
4. realitas sekarang 

ad 1. Hak 
Kemerdekaan adalah »hak« berdasarkan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration on Human Rights) yang menjamin hak-hak individu dan berdasarkan Konvenant Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang menjamin hak-hak kolektif di dalam mana hak penentuan nasib sendiri (the right to self-determination) ditetapkan. 
»All peoples have the right of self-determination. By virtue of that right they freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development - Semua bangsa memiliki hak penentuan nasib sendiri. Atas dasar mana mereka bebas menentukan status politik mereka dan bebas melaksanakan pembangunan ekonomi dan budaya mereka« 
(International Covenant on Civil and Political Rights, Article 1). Nation is used in the meaning of People (Roethof 1951:2) and can be distinguished from the concept State - Bangsa digunakan dalam arti Rakyat (Roethof 1951:2) dan dapat dibedakan dari konsep Negara (Riop Report No.1). Riop menulis bahwa sebuah negara dapat mencakup beberapa bangsa, maksudnya kebangsaan atau rakyat (A state can include several nations, meaning Nationalities or Peoples). 
Ada dua jenis the right to self-determination (hak penentuan nasib sendiri), yaitu external right to self-determination dan internal right to self-determination.
External right to self-determination yaitu hak penentuan nasib sendiri untuk mendirikan negara baru di luar suatu negara yang telah ada. Contoh: hak penentuan nasib sendiri untuk memiliki negara Papua Barat di luar negara Indonesia. External right to self-determination, or rather self-determination of nationalities, is the right of every nation to build its own state or decide whether or not it will join another state, partly or wholly (Roethof 1951:46) - Hak external penentuan nasib sendiri, atau lebih baiknya penentuan nasib sendiri dari bangsa-bangsa, adalah hak dari setiap bangsa untuk membentuk negara sendiri atau memutuskan apakah bergabung atau tidak dengan negara lain, sebagian atau seluruhnya (Riop Report No.1). Jadi, rakyat Papua Barat dapat juga memutuskan untuk berintegrasi ke dalam negara tetangga Papua New Guinea. Perkembangan di Irlandia Utara dan Irlandia menunjukkan gejala yang sama. Internal right to self-determination yaitu hak penentuan nasib sendiri bagi sekelompok etnis atau bangsa untuk memiliki daerah kekuasaan tertentu di dalam batas negara yang telah ada. Suatu kelompok etnis atau suatu bangsa berhak menjalankan pemerintahan sendiri, di dalam batas negara yang ada, berdasarkan agama, bahasa dan budaya yang dimilikinya. Di Indonesia dikenal Daerah Istimewa Jogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh. Pemerintah daerah-daerah semacam ini biasanya dilimpahi kekuasaan otonomi ataupun kekuasaan federal. Sayangnya, Jogyakarta dan Aceh belum pernah menikmati otonomi yang adalah haknya. 


ad 2. Budaya 
Rakyat Papua Barat, per definisi, merupakan bagian dari rumpun bangsa atau ras Melanesia yang berada di Pasifik, bukan ras Melayu di Asia. Rakyat Papua Barat memiliki budaya Melanesia. Bangsa Melanesia mendiami kepulauan Papua (Papua Barat dan Papua New Guinea), Bougainville, Solomons, Vanuatu, Kanaky (Kaledonia Baru) dan Fiji. Timor dan Maluku, menurut antropologi, juga merupakan bagian dari Melanesia. Sedangkan ras Melayu terdiri dari Jawa, Sunda, Batak, Bali, Dayak, Makassar, Bugis, Menado, dan lain-lain. 
Menggunakan istilah ras di sini sama sekali tidak bermaksud bahwa saya menganjurkan rasisme. Juga, saya tidak bermaksud menganjurkan nasionalisme superior ala Adolf Hitler (diktator Jerman pada Perang Dunia II). Adolf Hitler menganggap bahwa ras Aria (bangsa Germanika) merupakan manusia super yang lebih tinggi derajat dan kemampuan berpikirnya daripada manusia asal ras lain. Rakyat Papua Barat sebagai bagian dari bangsa Melanesia merujuk pada pandangan Roethof sebagaimana terdapat pada ad 1 di atas. 

ad 3. Latarbelakang Sejarah 
Kecuali Indonesia dan Papua Barat sama-sama merupakan bagian penjajahan Belanda, kedua bangsa ini sungguh tidak memiliki garis paralel maupun hubungan politik sepanjang perkembangan sejarah. Analisanya adalah sebagai 
berikut: 

Pertama: Sebelum adanya penjajahan asing, setiap suku, yang telah mendiami Papua Barat sejak lebih dari 50.000 tahun silam, dipimpin oleh kepala-kepala suku (tribal leaders). Untuk beberapa daerah, setiap kepala suku dipilih secara demokratis sedangkan di beberapa daerah lainnya kepala suku diangkat secara turun-temurun. Hingga kini masih terdapat tatanan pemerintahan tradisional di beberapa daerah, di mana, sebagai contoh, seorang Ondofolo masih memiliki kekuasaan tertentu di daerah Sentani dan Ondoafi masih disegani oleh masyarakat sekitar Yotefa di Numbai. Dari dalam tingkat pemerintahan tradisional di Papua Barat tidak terdapat garis politik vertikal dengan kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia ketika itu. 

Kedua: Rakyat Papua Barat memiliki sejarah yang berbeda dengan Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda dan Jepang. Misalnya, gerakan Koreri di Biak dan sekitarnya, yang pada awal tahun 1940-an aktif menentang kekuasaan Jepang dan Belanda, tidak memiliki garis komando dengan gerakan kemerdekaan di Indonesia ketika itu. Gerakan Koreri, di bawah pimpinan Stefanus Simopiaref dan Angganita Menufandu, lahir berdasarkan kesadaran pribadi bangsa Melanesia untuk memerdekakan diri di luar penjajahan asing. 

Ketiga: Lamanya penjajahan Belanda di Indonesia tidak sama dengan lamanya penjajahan Belanda di Papua Barat. Indonesia dijajah oleh Belanda selama sekitar 350 tahun dan berakhir ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Papua Barat, secara politik praktis, dijajah oleh Belanda selama 64 tahun (1898-1962). 



Keempat: Batas negara Indonesia menurut proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah dari »Aceh sampai Ambon«, bukan dari »Sabang sampai Merauke«. Mohammed Hatta (almarhum), wakil presiden pertama RI dan lain-lainnya justru menentang dimasukkannya Papua Barat ke dalam Indonesia (lihat Karkara lampiran I, pokok Hindia Belanda oleh Ottis Simopiaref). 

Kelima: Pada Konferensi Meja Bundar (24 Agustus - 2 November 1949) di kota Den Haag (Belanda) telah dimufakati bersama oleh pemerintah Belanda dan Indonesia bahwa Papua Barat tidak merupakan bagian dari negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Status Nieuw-Guinea akan ditetapkan oleh kedua pihak setahun kemudian. (Lihat lampiran II pada Karkara oleh Ottis Simopiaref). 

Keenam: Papua Barat pernah mengalami proses dekolonisasi di bawah pemerintahan Belanda. Papua Barat telah memiliki bendera national »Kejora«, »Hai Tanahku Papua« sebagai lagu kebangsaan dan nama negara »Papua Barat«. Simbol-simbol kenegaraan ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea). NGR didirikan pada tanggal 5 April 1961 secara demokratis oleh rakyat Papua Barat bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Nama negara, lagu kebangsaan serta bendera telah diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda. 

Ketujuh: Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963 hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional (international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling memiliki hubungan sejarah. 



Kedelapan: Pernah diadakan plebisit (Pepera) pada tahun 1969 di Papua Barat yang hasilnya diperdebatkan di dalam Majelis Umum PBB. Beberapa negara anggota PBB tidak setuju dengan hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) karena hanya merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. Adanya masalah Papua Barat di atas agenda Majelis Umum PBB menggaris-bawahi nilai sejarah Papua Barat di dunia politik internasional. Ketidaksetujuan beberapa anggota PBB dan kesalahan PBB dalam menerima hasil Pepera merupakan motivasi untuk menuntut agar PBB kembali memperbaiki sejarah yang salah. Kesalahan itu sungguh melanggar prinsip-prinsip PBB sendiri. (Silahkan lihat lebih lanjut pokok tentang Pepera dalam Karkara oleh Ottis Simopiaref). 

Kesembilan: Rakyat Papua Barat, melalui pemimpin-pemimpin mereka, sejak awal telah menyampaikan berbagai pernyataan politik untuk menolak menjadi bagian dari RI. Frans Kaisiepo (almarhum), bekas gubernur Irian Barat, pada konferensi Malino 1946 di Sulawesi Selatan, menyatakan dengan jelas bahwa rakyatnya tidak ingin dihubungkan dengan sebuah negara RI (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Johan Ariks (alm.), tokoh populer rakyat Papua Barat pada tahun 1960-an, menyampaikan secara tegas perlawanannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Indonesia (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Angganita Menufandu (alm.) dan Stefanus Simopiaref (alm.) dari Gerakan Koreri, Raja Ati Ati (alm.) dari Fakfak, L.R. Jakadewa (alm.) dari DVP-Demokratische Volkspartij, Lodewijk Mandatjan (alm.) dan Obeth Manupapami (alm.) dari PONG-Persatuan Orang Nieuw-Guinea, Barend Mandatjan (alm.), Ferry Awom (alm.) dari Batalyon Papua, Permenas Awom (alm.), Jufuway (alm.), Arnold Ap (alm.), Eliezer Bonay (alm.), Adolf Menase Suwae (alm.), Dr. Thomas Wainggai (alm.), Nicolaas Jouwe, Markus Wonggor Kaisiepo dan lain-lainnya dengan cara masing-masing, pada saat yang berbeda dan kadang-kadang di tempat yang berbeda memprotes adanya penjajahan asing di Papua Barat.


 
ad 4. Realitas Sekarang 
Rakyat Papua Barat menyadari dirinya sendiri sebagai bangsa yang terjajah sejak adanya kekuasaan asing di Papua Barat. Kesadaran tersebut tetap menjadi kuat dari waktu ke waktu bahwa rakyat Papua Barat memiliki identitas tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Di samping itu, penyandaran diri setiap kali pada identitas pribadi yang adalah dasar perjuangan, merupakan akibat dari kekejaman praktek-praktek kolonialisme Indonesia. Perlawanan menjadi semakin keras sebagai akibat dari (1) penindasan yang brutal, (2) adanya ruang-gerak yang semakin luas di mana seseorang dapat mengemukakan pendapat secara bebas dan (3) membanjirnya informasi yang masuk tentang sejarah Papua Barat. Rakyat Papua Barat semakin mengetahui dan mengenal sejarah mereka. Kesadaran merupakan basis untuk mentransformasikan realitas, sebagaimana almarhum Paulo Freire (profesor Brasilia dalam ilmu pendidikan) menulis. Semangat juang menjadi kuat sebagai akibat dari kesadaran itu sendiri. 
Pada tahun 1984 terjadi exodus besar-besaran ke negara tetangga Papua New Guinea dan empat pemuda Papua yaitu Jopie Roemajauw, Ottis Simopiaref, Loth Sarakan (alm.) dan John Rumbiak (alm.) memasuki kedutaan besar Belanda di Jakarta untuk meminta suaka politik. Permintaan suaka politik ke kedubes Belanda merupakan yang pertama di dalam sejarah Papua Barat. Gerakan yang dimotori Kelompok Musik-Tari Tradisional, Mambesak (bahasa Biak untuk Cendrawasih) di bawah pimpinan Arnold Ap (alm.) merupakan manifestasi politik anti penjajahan yang dikategorikan terbesar sejak tahun 1969. Kebanyakan anggota Mambesak mengungsi dan berdomisili di Papua New Guinea sedangkan sebagian kecil masih berada dan aktif di Papua Barat. 
Dr. Thomas Wainggai (alm.) memimpin aksi damai besar pada tanggal 14 Desember 1988 dengan memproklamirkan kemerdekaan negara Melanesia Barat (Papua Barat). Setahun kemudian pada tanggal yang sama diadakan lagi aksi damai di Numbai (nama pribumi untuk Jayapura) untuk memperingati 14 Desember. Dr. Thom Wainggai dijatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun, namun beliau kemudian meninggal secara misterius di penjara Cipinang. Papua Barat dilanda berbagai protes besar-besaran selama tahun 1996. Tembagapura bergelora bagaikan air mendidih selama tiga hari (11-13 Maret). Numbai terbakar tanggal 18 Maret menyusul tibanya mayat Thom Wainggai. Nabire dijungkir-balik selama 2 hari (2-3 Juli). Salah satu dari aksi damai terbesar terjadi awal Juli 1998 di Biak, Numbai, Sorong dan Wamena, kemudian di Manokwari. Salah satu pemimpin dari gerakan bulan Juli 1998 adalah Drs. Phillip Karma. Drs. P. Karma bersama beberapa temannya sedang ditahan di penjara Samofa, Biak sambil menjalani proses pengadilan. Gerakan Juli 1998 merupakan yang terbesar karena mencakup daerah luas yang serentak bergerak dan memiliki jumlah massa yang besar. Gerakan Juli 1998 terorganisir dengan baik dibanding gerakan-gerakan sebelumnya. Di samping itu, Gerakan Juli 1998 dapat menarik perhatian dunia melalui media massa sehingga beberapa kedutaan asing di Jakarta menyampaikan peringatan kepada ABRI agar menghentikan kebrutalan mereka di Papua Barat. Berkat Gerakan Juli 1998 Papua Barat telah menjadi issue yang populer di Indonesia dewasa ini. Di samping sukses yang telah dicapai terdapat duka yang paling dalam bahwa menurut laporan dari PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) lebih dari 140 orang dinyatakan hilang dan kebanyakan mayat mereka telah ditemukan terdampar di Biak. Menurut laporan tersebut, banyak wanita yang diperkosa sebelum mereka ditembak mati. Realitas penuh dengan represi, darah, pemerkosaan, penganiayaan dan pembunuhan, namun perjuangan tetap akan dilanjutkan. Rakyat Papua Barat menyadari dan mengenali realitas mereka sendiri. Mereka telah mencicipi betapa pahitnya realitias itu. Mereka hidup di dalam dan dengan suatu dunia yang penuh dengan ketidakadilan, namun kata-kata Martin Luther King masih disenandungkan di mana-mana bahwa »We shall overcome someday!« (Kita akan menang suatu ketika!). 

Masa depan: Tidak diikut-sertakannya rakyat Papua Barat sebagai subjek masalah di dalam Konferensi Meja Bundar, New York Agreement yang mendasari Act of Free Choice, Roma Agreement dan lain-lainnya merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri yang dilakukan oleh pemerintah (state violence) dalam hal ini pemerintah Indonesia dan Belanda. (Untuk Roma Agreement, silahkan melihat lampiran pada Karkara oleh Ottis Simopiaref). Rakyat Papua Barat tidak diberi kesempatan untuk memilih secara demokratis di dalam Pepera. Act of Free Choice disulap artinya oleh pemerintah Indonesia menjadi Pepera. Di sini terjadi manipulasi pengertian dari Act of Free Choice (Ketentuan Bebas Bersuara) menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Ortiz Sans sebagai utusan PBB yang mengamati jalannya Pepera melaporkan bahwa rakyat Papua Barat tidak diberikan kebebasan untuk memilih. Ketidakseriusan PBB untuk menerima laporan Ortiz Sans merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri. PBB justru melakukan pelecehan HAM melawan prinsip-prinsipnya sendiri. Ini merupakan motivasi di mana rakyat Papua Barat akan tetap berjuang menuntut pemerintah Indonesia, Belanda dan PBB agar kembali memperbaiki kesalahan mereka di masa lalu. Sejak pencaplokan pada 1 Mei 1963, pemerintah Indonesia selalu berpropaganda bahwa yang pro kemerdekaan Papua Barat hanya segelintir orang yang sedang bergerilya di hutan. Tapi, Gerakan Juli 1998 membuktikan yang lain di mana dunia telah menyadari bahwa jika diadakan suatu referendum bebas dan adil maka rakyat Papua Barat akan memilih untuk merdeka di luar Indonesia. Rakyat Indonesia pun semakin menyadari hal ini. 

Menurut catatan sementara, diperkirakan bahwa sekitar 400 ribu orang Papua telah meninggal sebagai akibat dari dua hal yaitu kebrutalan ABRI dan kelalaian politik pemerintah. Sadar atau tidak, pemerintah Indonesia telah membuat sejarah hitam yang sama dengan sejarah Jepang, Jerman, Amerikat Serikat, Yugoslavia dan Rwanda. Jepang kemudian memohon maaf atas kebrutalannya menduduki beberapa daerah di Asia-Pasifik pada tahun 1940-an. Sentimen anti Jerman masih terasa di berbagai negara Eropa Barat. Ini membuat para pemimpin dan orang-orang Jerman menjadi kaku jika mengunjungi negara-negara yang pernah didukinya, apalagi ke Israel. Berbagai media di dunia pada 4 Desember 1998 memberitakan penyampaian maaf untuk pertama kali oleh Amerika Serikat (AS) melalui menteri luarnegerinya, Madeleine Albright. "Amerika Serikat menyesalkan »kesalahan-kesalahan yang amat sangat« yang dilakukannya di Amerika Latin selama perang dingin", kata Albright. AS ketika itu mendukung para diktator bersama kekuatan kanan yang berkuasa di Amerika Latin di mana terjadi pembantaian terhadap berjuta-juta orang kiri. Semoga Indonesia akan bersedia untuk merubah sejarah hitam yang ditulisnya dengan memohon maaf kepada rakyat Papua Barat di kemudian hari. Satu per satu para penjahat perang di bekas Yugoslavia telah diseret ke Tribunal Yugoslavia di kota Den Haag, Belanda. Agusto Pinochet, bekas diktator di Chili, sedang diperiksa di Inggris untuk diekstradisikan ke Spanyol. Dia akan diadili atas terbunuhnya beribu-ribu orang selama dia berkuasa di Chili. Suatu usaha sedang dilakukan untuk mendokumentasikan identitas dan kebrutalan para pemimpin ABRI di Papua Barat. Dokumentasi tersebut akan digunakan di kemudian hari untuk menyeret para pemimpin ABRI ke tribunal di Den Haag. Akhir tahun ini (1998) dunia membuka mata terhadap beberapa daerah bersengketa (dispute regions), yaitu Irlandia Utara, Palestina dan Polisario (Sahara Barat). Kedua pemimpin di Irlandia Utara yang masih dijajah Inggris menerima Hadiah Perdamaian Nobel (Desember 1998). Bill Clinton, presiden Amerikat, yang mengunjungi Palestina, tanggal 14 Desember 1998, mendengar pidato dari Yaser Arafat bahwa daerah-daerah yang diduki di Palestina harus ditinggalkan oleh Israel. Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan, yang mengadakan tour di Afrika Utara mampir di Aljasaria untuk mencoba menengahi konflik antara Front Polisario dan Maroko. Front Polisario dengan dukungan Aljasaria masih berperang melawan Maroko yang menduduki Polisario (International Herald Tribune, Nov. 30, 1998). Mengapa ada konflik di Irlandia Utara, Palestina dan Polisario? Karena rakyat-rakyat di sana menuntut hak mereka dan memiliki budaya serta latar-belakang sejarah yang berbeda dari penjajah yang menduduki negeri mereka. Realitas sekarang menunjukkan bahwa rakyat-rakyat di sana masih tetap berjuang untuk membebaskan diri dari penjajahan. Realitas sekarang di Papua Barat membuktikan adanya perlawanan rakyat menentang penjajahan Indonesia. Ini merupakan manifestasi dari makna faktor-faktor budaya, latar-belakang sejarah yang berbeda dari Indonesia dan terlebih hak sebagai dasar hukum di mana rakyat Papua Barat berhak untuk merdeka di luar Indonesia. 

Sejarah Papua Barat telah menjadi kuat, sarat, semakin terbuka dan kadang-kadang meledak. Perjuangan kemerdekaan Papua Barat tidak pernah akan berhenti atau dihentikan oleh kekuatan apapun kecuali ketiga faktor (hak, budaya dan latarbelakang sejarah) tersebut di atas dihapuskan keseluruhannya dari kehidupan manusia bermartabat. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi negara tetangga yang baik dengan Indonesia. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi bagian yang setara dengan masyarakat internasional. Perjuangan akan dilanjutkan hingga perdamaian di Papua Barat tercapai. Anak-anak, yang orang-tuanya dan kakak-kakaknya telah menjadi korban kebrutalan ABRI tidak akan hidup damai selama Papua Barat masih merupakan daerah jajahan. Mereka akan meneruskan perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Mereka akan meneriakkan pekikan Martin Luther King, pejuang penghapusan perbedaan warna kulit di Amerka Serikat, "Lemparkan kami ke penjara, kami akan tetap menghasihi. Lemparkan bom ke rumah kami, dan ancamlah anak-anak kami, kami tetap mengasihi". Rakyat Papua Barat mempunyai sebuah mimpi yang sama dengan mimpinya Martin Luther King, bahwa »kita akan menang suatu ketika«. 
______________________________​__________
Tulisan di atas dipetik dari diktat berjudul Karkara karangan Ottis Simopiaref. Ottis Simopiaref lahir tahun 1953 di Biak, Papua Barat dan sedang berdomisi di Belanda sejak 14 Maret 1984 setelah bersama tiga temannya lari dan meminta suaka politik di Kedutaan Besar Belanda di Jakarta tanggal 28 Februari 1984.


Sumber : Group Facebook/Forum Komunikasi Papua







Monday, May 30, 2011

SEPULUH KOTA TERSEHAT DAN TERBURUK DI INDONESIA

Kabupaten Pegunungan Bintang Tergolong Kabupaten Terburuk dalam Bidang Kesehatan di Seluruh Indonesia
Kementerian Kesehatan kini memiliki data tentang kota dengan peringkat kesehatan tertinggi dan terburuk di Indonesia. Apa saja kota-kota yang paling sehat dan paling buruk?
Untuk memeringkat kota tersehat dan terburuk ini, Kementerian Kesehatan membuat 24 indikator kesehatan yang digunakan untuk menilai Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) di tiap kota dan kabupaten.
Dengan menggunakan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007-2008, penilaian kota sehat kali ini menggunakan rumusan IPKM yang baru ada tahun 2010.
Sebelumnya data kesehatan masih bersifat menyeluruh dan belum ada data rinci tiap kota dan kabupaten. Dengan adanya IPKM ini memudahkan pemerintah pusat untuk mengalokasikan dana kesehatan tiap kota atau kabupaten berdasarkan peringkat kesehatannya.
“Semakin jelek peringkat kesehatan kotanya, maka dana yang diberikan akan semakin besar,” kata Dr dr Trihono, M,Sc., Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemkes RI, dalam acara temu media di Gedung Kemkes, Jakarta, Jumat (26/11/2010).
Menurut Dr Trihono, penetapan peringkat kota dan kabupaten sehat ini akan dijadikan bahan untuk advokasi ke pemerintah daerah agar terpicu untuk menaikkan peringkatnya, sehingga sumber daya dan program kesehatan diprioritaskan.
Penetapan peringkat ini didasarkan pada 24 indikator kesehatan, yaitu balita gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek dan pendek, balita sangat kurus dan kurus, balita gemuk, diare, pnemonia, hipertensi, gangguan mental, asma, penyakut gigi dan mulut, disabilitas, cedera, penyakit sendi, ISPA, perilaku cuci tangan, merokok tiap hari, air bersih, sanitasi, persalinan oleh tenaga kesehatan, pemeriksaan neonatal 1, imunisasi lengkap, penimbangan balita, ratio dokter per Puskesmas dan ratio bidan per desa.
“Meski kesehatan berhubungan erat dengan kemiskinan, tetapi belum tentu kota yang miskin tingkat kesehatannya buruk dan sebaliknya belum tentu kota kaya kesehatannya selalu baik,” jelas Prof Purnawan Junadi, Guru Besar FKM UI.
Beberapa contoh kota kabupaten yang miskin tapi dengan peringkat kesehatan baik misalnya adalah Bitung dan Sorong, sedangkan kota non-miskin namun bermasalah dalam kesehatan contohnya adalah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.
“Hal ini biasanya terjadi karena kebanyakan kota kabupaten dengan tingkat perekonomian yang baik terlalu mengejar sektor kuratif (pengobatan). Mereka lebih memikirkan membangun rumah sakit dan dokter spesialis, tetapi tidak memikirkan hal-hal sederhana seperti usaha pencegahan dan bidan-bidan yang lebih akrab dengan masyarakat,” jelas Prof Pur lebih lanjut.
Dari 440 kabupaten dan kota berdasarkan Riskesdas 2007, diperoleh peringkat masing-masing kota dan kabupaten dengan tingkat kesehatan terbaik hingga terburuk.
Kota Magelang merupakan kota dengan peringkat paling tinggi atau kota paling sehat, sedangkan Pengunungan Bintang merupakan kabupaten dengan indikator kesehatan paling buruk di seluruh Indonesia.
Peringkat 10 teratas kota dan kabupaten dengan nilai indikator kesehatan paling tinggi atau kota paling sehat:
1. Kota Magelang (Jateng)
2. Gianyar (Bali)
3. Kota Salatiga (Jateng)
4. Kota Yogyakarta
5. Bantul (Yogyakarta)
6. Sukoharjo (Jateng)
7. Sleman (Yogyakarta)
8. Balikpapan (Kaltim)
9. Kota Denpasar (Bali)
10. Kota Madiun (Jatim)
Peringkat 10 terbawah kota dan kabupaten dengan nilai indikator kesehatan paling buruk adalah:
1. Mappi (Papua)
2. Asmat (Papua)
3. Seram Bagian Timur (Maluku)
4. Yahukimo (Papua)
5. Nias Selatan (Sumut)
6. Paniai (Papua)
7. Manggarai (NTT)
8. Puncak Jaya (Papua)
9. Gayo Iues (Aceh)
10. Pegunungan Bintang (Papua)
Ungkap Menkes "dengan kombinasi ini diharapkan bisa merumuskan upaya intervensi yang tepat dan efektif sehingga IPKM di daerah tersebut bisa diperbaiki secara bermakna".

"Hasil dari kedua kegiatan ini akan menjadi masukan guna penyusunan kebijakan pembangunan kesehatan berbasis bukti (evidence base)," ujarnya.


sumber : http://health.detik.com/read/2011/04/21/134659/1622759/763/daftar-kota-paling-    sehat-dan-kurang-sehat-di-indonesia






Thursday, May 19, 2011

LAST NIGHT DJ WITH MY BELOVED FRIENDS IN A SMALL BAR



This Farewell Must be Happened because of Our Jobs and Future



Visit pastor C. Kalalo's House
  On Friday 13, 2011, exactly at 12.00 pm to 02.40 am, was the last night with my friends Mike and Nelson.  Before we gather at the small bar, we went to the pastor Calvin Kalalo's house at married students’ center to take Nelson's hard disk and also to say goodbye to him. While on the way, we decided to through the cut way (jalpot). This way is has been covered with big trees around. There is haven't any light whole the way till the end of way, where there are the complex of married student center. On the left side is a jungle has been covered by bush and big trees. The nature pools under the big trees at the left and right side. The sound of frogs in the jungle audible like they were singing a nice song at that night for us. I walked in front, after me, followed Nelson, Mike and Neles.
I was afraid about the snake that night, because before I had have been seen the snake that day in the afternoon. Suddenly, I shouted "yiiiiiiiiii ulaaaaar", and Nelson also shouted and he jumps around us but Mike, Neles n me just kept quiet and laughed at him. Finally he realized that I was joking at him, so he said "yeee mom mokdamona do yoo, tamserep sen mingirok ner oooo^__^ ". After that we were build a discussion and share experiences about snake while we were keep walking. Mike began the conversation "ipkait o awot pukon ponsip doo, neyambul a kauma enemerki ya emaaa" and I agreed with him "yakon hep mum doooo, nepea aot kauma ne Nan a pa upen kuuk eno kaen hii kia emaaaaa..." and Neles said "ipkaitoo awot dalo ki peaa, an upe kohoa matek pe kapa hep hel mum a e weeni tep nek mee", Nelson also didn't want to lost his opinion "usin a ne Bapa ya pa awot simitki ta, kabong ta, kasuwari tankauma waklek nuya enemup" and he continued "Bapa ya usin a awot a pu arip bakon awot aaa, warna hijau ki kau ya ningila minakiyedooo??". He asked the name of this snake to us but all of us quiet at the time for a while to think, because we don't know what kind of snake he meant. Finally, I guess "aot binding kuu edooo??" and he agreed with me "nek-nek mom bindingkur kauma wakado wen uperkodo kapa mateka dito yepa yo". Mike said "putamo waklo enemep min kapa, ponona doo????" but Nelson disagree with him "do do urop, putamon doo,,,,petamona dalon dir nek uma". Neles continued "aip bakon awot a pe a kit min nek mee,,,".
Finally, we arrived at married student center and I told Nelson to walk first to pastor C. Kalalo's house.  We entered inside Pastor C. Kalalo's house and we were joking, discussing and sharing about our future. After that, we permit him and went back to the dorm.


The so serious selecting the songs
Preparing to DJ in the Small Bar

Before we went to that bar, we decided to gather in bar on 12.00 pm but they told me that I had to go firstly to the bar to check and make sure that the bar is good and safety. When I entered in front of the building "waoooo,,,, very spectacular building". I looked through the building from first floor to sixth floor till make me little bit headache.  Then I started to come inside the second floor. In the second floor, I saw some people were standing up in front of post security and talking to each other. Some people were sitting on big sofa and doing something in their notebook.  With quietly and carefully, I was stepped my foot and left the second floor.
I walked through the stairs to the next floor. In the third floor, I saw six people were sitting in front of the big screen TV and they were watching some TV program. Some of them were sitting in bench at the corner of the room and played the small guitar while sing a nice song. I continued stepped my foot to my destination floor. This floor is fourth floor. When I come to the fourth floor, I was confused because I had to choose, I should go to left or right side. I started to asked  a guy which comes out from a room, "I'm looking for small bar, could you tell me where is it??"" and he said "you just walk through this way and in the left side before the toilet you could see the small bar with room number 402". Then I just followed the instruction from this guy and finally I reach in the room which I was looking for.
After that,  I opened the door carefully and entered inside the bar.
In the bar was very dark and nobody there. I saw the small light was comes from "shoken" spiker. I turned my head to beside the door and I turn on the two long and big lights.  When I looked around the room, there have four cupboards, a table and a chair in each corner of the room. Has two beds complete with mattresses in two corners of the room. In addition, the room has four bookcases in each corner of the wall. There have two big fans move around from the ceiling of the room and make the room felt like inside the refrigerator and also supported by a big window from western side, where the air comes from outside the room like windy season, so make the room keep cold. I started to stepped my foot to the a table and a chair beside the big window. 
On that table, have a thin and light notebook Acer Aspire Intel Core i3 Inside with a big mouse model DELL. On that table, I found a camera Canon 400D laying down at the right side of the table and the left side has been set the SOKEN speaker since many years ago. I set down in the black plastic chair and started to touch the DELL mouse. I clicked "start" in the left bottom of the Notebook and I went to my computer. Then I went to "data D" and clicked "my music". There were have lots kind of music in each folder but I just clicked on the folder "lagu acara". This folder is special folder for DJ or party's songs. I blocked all the songs and enter it to the playlist in the winamp. I touched the speaker to full up the volume.


Started DJ 5555++++
DJ in the Bar

The times was passed quickly and now already reached to 12.00 pm. All my friends were coming one by one; Nelson comes first and set in the bed which only has a mattress. Five minutes latter Neles comes and he took the camera Canon 400D and started to take the pictures. Nelson moved his position from his bed to my chair to collect the songs for DJ. Nelson chose "Raby Gamenu" PNG music as the first song and I started to moved my body around included my foot and hand with big sunglasses covered my big eyes. Nelson took my other sunglasses to cover his small eyes and joined with me to dance. While we were dancing, Neles still busy to taking pictures at me and Nelson.  After 10 minutes later, suddenly Mike comes and joined with us and he said in our mother language "weyapi ema melpaka sirip" and Nelson agree with him "neko uma kal kal damso mayoo urop". I continued "yakon hepa uma lambat heep ma nek me", Mike "yakon FB pauma OPPB tan pesan dun paripse baca no balas nesir nek uma lamabat tep serer" he said while he dancing ala PNG style, where he arose his right feet and moved his bottom and body around. Neles also didn't want to lust his favorite style dance, he put away the camera Canon 400D and joined with us to dance. He dances ala India style, where he moved his bottom and his body around softly while his smile as usual.
After dance, they were taking rest 
About 10 minutes we dance but the song didn't finish yet, so Mike started to talk "weyapi kotip oksang kulem".  I agreed with him "maa kaneka yakon kao okhang a maa" and we started to jumps like Oksang (traditional dance) more than five times but it was couldn't connected with that song, so Nelson laughed at us and he said "weyapi kalo mok a ema damip o hahahahhaa...." finally we realized and stop.
After the song was stopped, all of us couldn't want to continue because so tired. Nelson decided to take a nap a while on the bed and Mike and Neles permitted to go back their room.
This story, I write about last night with my friends Mike and Nelson before they go back to Indonesia from our University. In this story I have been described about building and small bar is about Solomon Hall and the small bar is about my room at fourth floor number 402, because that night we had DJ in this room before they leave form our University.


Here are some pictures, was taken by Neles while we were dancing


Mr. Neles was listening music while waiting other friends



Mr. Marley ready to DJ
selecting music



















That's all about last night with my beloved friends at Solomon Hall, room 402 at 12:00 pm to 03:00 am.







Monday, May 16, 2011

PERDAGANGAN MIRAS DI OKSIBIL TELAH MENELAN KORBAN JIWA

Oleh : Dikna K. Sasaka & Otys, M. Kasipdana


     Pemda dan Polres Pegunungan Bintang Telah Gagal Membrantas Perdagangan Miras di Wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang


     Perdagangan minuman keras (miras) yang  sementara  berjalan di Oksibil ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang-West Papua telah menelan 9 korban tewas di 5 tahun terakhir.  Perdagangan miras di Oksibil, sudah ada semenjak Kabupaten ini masih berusia bayi yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang tidak tau bertanggung jawab. Akibat perdagangan minuman keras tersebut sudah menelan banyak korban. Diantara korban-korban tersebut yang kami ketahui adalah 9 (sembilan) orang yang mana terjadi pada waktu/tahun yang berbeda. Korban pertama adalah 3 (tiga) orang yang meninggal pada hari yang sama di beberapa tahun yang lalu yang tentunya akibat mengkonsumsi minuman keras yang melewati batas normal. Ke-tiga korban tersebut adalah sebagai berikut:
1. Yohanes Sasaka
2. Dennis Kasipmabin dan
3. Markus Uropka
     Selanjutnya, tragedi tersebut terjadi lagi pada tahun 2009 di Oksibil yang menelan 3 korban tewas dan yang lainnya di bawa lari ke rumah sakit pada hari dan waktu yang bersamaan. Ke-tiga korban tersebut adalah :
1. Polisi Maksi (anggota Polres Pegunungan Bintang)
2. Manu Kupun dan
3. Piche Warikibirop
     Tragedi yang sama terjadi pada hari rabu tanggal 11 Mey 2011 di Oksibil yang menelan 3 korban lainnya. Para korban kali ke-tiga ini adalah :
1. Marsel Delal
2. Jefry Medlama dan 
3.Yunus Meagee
     Semua kejadian yang menelan putera-putera terbaik Ngalum ini terjadi akibat perdagangan Miras yang di gencarkan oleh oknum-oknum tertentu yang tentunya hanya mengingat diri sendiri ketimbang melihat dampak negative dari perbuatan tersebut. 
     Dalam menindak lanjuti perdagangan miras yang menalan banyak korban tersebut pada tahun 2009 lalu, Kapolres pegunungan Bintang dengan tegas menyatakan sikap untuk memberantas perdagangan miras di Oksibil yang ditandai dengan apel pagi bersamaan dengan pemusnahan sejumlah minuman beralkohol dan menanam beberapa tanaman bunga di depan Kantor Distrik Oksibil bersama gabungan TNI/POLRI, PNS dan seluruh komponen masyarakat. Hal ini, menandakan komitmen bersama dalam pemberantasan Miras di wilayah Ngalum terutama di Oksibil yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi Kabupaten pegunungan Bintang. 
     Selain itu, dalam menanggulangi perdagangan miras di wilayah Kabupaten pegunungan Bintang, Pemerintah Daerah telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 31 Tahun 2008 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Keras (Miras).  "Saya mengerti bahwa Perda tentang larangan miras di pegunungan Bintang, akan mengurangi jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi saya menerima konsekuensi tersebut demi memelihara kehidupan masyarakat yang tidak mabuk-mabukan dan menghabiskan uang untuk membeli minuman keras," kata Bupati Pegunungan Bintang, Wellington Lod Wenda, saat membawakan materi "Konsep Memanusiakan Manusia Papua melalui pola pembangunan kemandirian" pada acara Rapat kerja provinsi pemuda/KNPI Papua, di Aula Walikota Jayapura di Entrop, Kamis (24/3). Selanjutnya baca di: http://centraldemokrasi.com/info-regional/25032011/walau-mengurangi-pad-bupati-peg-bintang-tetap-tolak-miras/ 
     Dengan demikian, dikatakan bahwa sudah ada komitmen pemerintah daerah dalam menangani pesatnya perdagangan miras di wilayah pegunungan Bintang. Namun dalam pelaksanaannya kami boleh katakan bahwa komitmen dan upaya tersebut telah gagal. Hal ini terbukti sebab setelah diberlakukannya PERDA tersebut, sudah terjadi 2 kali tragedi pesta miras yang menelan 6 korban jiwa dalam waktu yang berbeda yaitu 3 orang meninggal pada tahun 2009 lalu dan juga 3 orang meninggal pada tanggal 11 Mey 2011 kemarin. Hal ini masih akan terus berlanjut karena tidak ada keseriusan dan ketegasan pemerintah daerah maupun pihak kepolisian dalam hal ini Polres Pegunungan Bintang dalam menjalankan semua aturan dan komitmen yang mereka telah buat untuk membrantas perdagangan miras yang terus meningkat yang akibatnya masyarakat menjadi korban.
     Untuk itu, keseriusan pemda dan pihak kepolisian dalam mengani masalah ini sangat penting karena akan membahayakan generasi muda orang Ngalum sekarang dan yang akan datang, sehingga ini seharusnya menjadi salah satu masalah yang "HARUS" di tanggapi serius oleh seluruh komponen masyarakat baik itu oleh pihak gereja, adat, kepolisian, maupun pemerintah daerah.  Selain itu, kesadaran dari semua generasi muda Ngalum untuk tidak mengkonsumsi minuman keras sangatlah penting sebab yang menentukan masa depan Ngalum adalah kita sebagai generasi penerus yang ada ini. Bagaimana kita mau berfikir yang sehat untuk membangun ide-ide dalam proses pembangunan daerah Ngalum, sedangkan tubuh kita telah diisi oleh alkohol yang mengandung bahan kimia "etanol" yang dapat menghancurkan saraf-saraf otak serta mengganggu fungsi kerja otak yang dapat menyebabkan kehilangan sistem koordinasi tubuh, gangguan penglihatan serta dapat menyebabkan gangguan selaput suara akibatnya akan susah bicara dll. 
     Kita dalam hal ini orang Ngalum dan pada umumnya masyarakat timur Pegunungan Tengah tidak mengenal yang namanya minuman beralkohol, baik minuman lokal maupun buatan pabrik. Menurut cerita orang tua, orang-orang Ngalum pada zaman dulu sangat kuat-kuat, kekar dan tinggi-tiggi. Selain itu,  umur maximum mereka sampai 90-an lebih selain dari  meninggal akibat perang suku. Hal ini tentunya disebabkan karena mereka tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang telah dicampur bahan kimia seperti pada zaman modern saat ini. Semua bahan makanan mereka adalah alami yang di produksi langsung oleh alam, sebabnya mereka sehat-sehat dan kuat.
     Mari kita menjaga diri kita dari bahaya minuman-minuman keras yang hanya dapat men-destroy  tubuh kita. Selanjutnya mengenai bahaya minuman keras, silahkan baca posting kami sebelumnya di : http://kasipdana.blogspot.com/2011/05/minuman-beralkohol.html


Semoga bermanfaat !!