The traditional clothing of Ngalum tribe (District Okbibab) Pegunungan Bintang
Yepmum, Telep, Asbe, Yelako, Lapmum,

Friday, January 28, 2011

Kantor Bupati Pegunungan Bintang-Papua

Kantor Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang Tampak Samping
Kantor Bupati Pemda Pegunungan Bintang tampak Belakang
Debelakang tampak Kantor DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang-Papua

Kantor Bupati Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang yang diresmikan pada bulan July tahun 2009 lau oleh Menteri Sosial Abu Rizal Bakri, merupakan Kantor Bupati terbaik nomor dua se-Kabupaten Pemekaran di Indonesia setelah Kantor Bupati Pemda Kalimantan Timur. Hal ini merupakan suatu kebanggan bagi pemda Kabupaten  Pegunungan Bintang sebab ini merupakan suatu kesuksesan pemda dalam upaya mempercepat pembangunan daerah. Kabupaten Pegunungan Bintang boleh dikatakan kabupaten yang sangat terisolasi dari ibukota provinsi, sehingga hal ini tentunya dapat pempengaruhi proses percepatan pembangunan daerah yang diprogramkan pemerintah sebab kondisi wilayah geografis yang cukup sulit dalam menjangkau pelayanan masyarakat apalagi dalam pembangunan infrastructural daerah. namun tekad pemerintah daerah dalam pembangunan telah terbukti seperti contoh diatas dimana dari sekian banyak Kabupaten pemekaran di Indonesia yang dikatakan daerah dan medannya serta segala fasilitas seperti transportasi, bahan2 bangunan serta lainnya confident sehingga tentunya mereka sangat mudah untuk membangun kantor pemerintahan mereka yang lebih baik. Namun ternyata tidak demikian, sekalipun daerah kita baru mulai dari nol namun dengan segala fasilitas yang ada serta biaya transpostasi yang cukup tinggi namun itu bukan halangan bagi pemda dalam upaya meningkatkan pembangunan daerah Kabupaten Pegunungan Bintang.

Monday, January 17, 2011

PERISTIWA-PERISTIWA DOM DAN KODAP 3 DI WILAYAH PEGUNUNGAN BINTANG



Berawal dari pengembalian Irian Barat (West Papua) kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1969 dari tangan Belanda (Netherlands/Dutch), bersadarkan jejak pendapat atau dikenal dengan PEPERA yang dilakukan oleh seluruh masyarakat di wilayah Papua Barat. Hasil akhir dari jejak pendapat ini tidak membawakan hasil yang maksimal atau tidak sesuai dengan keinginan rakyat Papua Barat. Hal ini disebabkan  karena masyarakat dipaksa dan di ancam bahwa apabila memilih NKRI akan selamat tetapi jika memilih “M”, maka akan disiksa kemudian akan dibunuh. Dengan demikian tentunya sebagai masyarakat awam tidak pungkiri dengan rasa takut, karena hidup mereka telah terancam. Oleh sebabnya, sebagian besar dari mereka dan pada umumnya mereka memilih masuk NKRI ketimbang “M” karena mereka tentunya berpikir bahwa lebih baik selamatkan nyawa dan keluarga dari pada mati sia-sia. Hal tersebut tentunya membuat masyarakat Papua Barat sangat kecewa terhadap tindakan pemerintah Indonesia dan terlebih lagi para pejuang kemerdekaan Papua Barat pada saat itu.

Dengan berawal dari kekecewaan tersebut, maka di seluruh wilayah Papua Barat dari sorong sampai merauke masing-masing membentuk kelompok-kelompok kecil untuk berjuang dan merebut kembali kemerdekaan yang telah diperolehnya dari Belanda (Netherlands) itu dari tangan NKRI. Kelompok-kelompok kecil itu mereka beri nama OPPM (Organisasi Pembebasan Papua Merdeka) (http://oppb.webs.com/sejarahopm.htm). Kemudian dalam perkembangannya pemerintah Indonesia merubah nama kelompok tersebut dari OPPM menjadi OPM (Organisasi Papua Merdeka).  Kelompok ini diterima baik oleh masyarakat Papua Barat dengan berbagai dukungan sehingga seketika itu juga OPPM tersebar secara cepat di seluruh pelosok Tanah Papua termasuk juga sampai di wilayah Ngalum (Pegunungan Bintang). Melihat hal ini, tentunya pemerintah Indonesia berpikir bahwa itu merupakan ancaman besar bagai sistem pertahanan keamanan Negara. Untuk itu, pemerintah Indonesia mengeluarkan suatu peraturan khusus bagi Papua Barat dan Aceh dimana dalam peraturan itu menjelaskan bahwa Papua Barat dan Aceh perlu di jadikan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) karena sangat mengancam sistem pertahan keamanan Negara yang disebabkan oleh kelompok-kelompok pejuang atau di mata pemerintah RI disebut sebagai pemberontak atau separatis.


Operasi Militer/DOM

Berdasarkan peraturan tersebut diatas, seluruh komponen alat Negara diturunkan di seluruh pelosok Tanah Papua dengan mendirikan pos-pos tentara di setiap distrik dan kampung-kampung, terutama kampung-kampung di wilayah perbatasan antara Negara tetangga PNG-RI. Kelanjutannya TNI/Polri kemudian melakukan operasi tumpas disetiap kampung-kampung di pelosok-pelosok pedalaman Papua yang cukup jauh dari kota yang tentunya mengakibatkan banyak menelan korban di pihak masyarakat serta memusnahkan sekian banyak kampung yang diduga sebagai pusat aktifitas OPPM. Ada beberapa contoh yang kami perlu ceritakan sebagai bukti operasi-operasi Militer terhadap masyarakat awan di pelosok-pelosok pedalaman Papua terutama yang terjadi di wilayah Pegunungan Bintang diantaranya : pertama, di kampung Okyako dan kampung Okhiaka yang terletak di bagian Selatan Distrik Batom dan di bagian utara wilayah Distrik Kiwirok Kabupaten Pegunungan Bintang dimana kedua kampung ini juga termasuk kampung perbatasan antara Distrik Yapsi (salah satu distrik dari Negara PNG) di perbatasan RI-PNG. Dalam peristiwa tersebut TNI-AD menggunakan Helicopter Puma milik TNI Angkatan Darat sekitar 5 compy kemudian membumi hanguskan kedua kampung tersebut dengan segala yang ada di kampung tersebut baik manusia, binatang, tumbuhan maupun perumahan penduduk yang ada disana. Tidak ada satupun masyarakat yang selamat dari peristiwa tersebut kecuali mereka yang sementara berada di kebun yang cukup jauh dari sekitar kapung dan juga mereka yang masih berburu di hutan. Kemudian mereka yang selamat dari maut itu semuanya melarikan diri ke PNG untuk menyelamatkan diri mereka. Kedua kampung tersebut sampai dengan akhir tahun 2009 kami (penulis) sempat melihat bekas kedua kampung ini dimana pada saat ini pohon-pohon besar tumbuh dan menjadi hutan lebat yang bagaikan tidak  pernah ada kehidupan disana sebelumnya. Padahal sebelum kejadian tersebut kedua kampung ini merupakan penduduk terbanyak dan terpadat di wilayah Distrik Batom dan Kiwirok.
Sungai Pasifik dari atas pesawat AMA PK-RCC
Selanjutnya operasi Militer tersebut di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang, dimana mereka (TNI) memfokuskan operasinya di wilayah utara yaitu pesisir sungai Pasifik. Hal ini di pengaruhi oleh beberapa alasan mengapa mereka dalam hal ini TNI memfokuskan operasi di wilayah utara Kabupaten Pegunungan Bintang itu karena pertama, mereka menduga bahwa di sepanjang pesisir Sungai Pasifik adalah selain sebagai jalur transportasi yang sangat strategis bagi kelompok OPPM untuk menyeberang ke wilayah PNG untuk menyelamtkan diri mereka, wilayah ini juga sebagai jalur utama dalam melakukan diplomasi dengan Negara Papua New Guinea guna mendukung kedaulatan Bangsa Papua Barat. Dilain sisi, mereka (TNI) menduga bahwa daerah ini merupakan pusat aktifitas dan baisis OPPM yang berpusat di Distrik Batom di bawah pimpinan Paulus Kaladana (pimpinan OPPM wilayah pesisir sungai Pasifik yang sekarang sudah menyerah dan menyerahkan diri kepada NKRI sejak tahun 2002 dengan semua anak-anak buahnya-sekarang).  
para korban
Selama operasi-operasi militer di sepanjang wilayah ini, setiap kampung yang mereka temui tidak pernah lolos dari tangan TNI. Semua yang ada di depan mereka sapu bersih, lebih-lebih lagi masyarakat yang hidup di pinggir sungai Pasifik dimana hidup mereka sebagai nelayan, pemburu dan petani namun semuanya dibunuh dan dibuang ke Sungai Pasifik dengan segalanya termasuk binatang sampai dengan rumah-rumah mereka. Akibat peristiwa-peristiwa ini sekarang di sepanjang wilayang ini (Sungai Pasifik) jangankan manusia bahkan tanda-tanda jejak kehidupan seperti bekas kampung, bekas perkebunan pun sudah tidak ada artinya masyarakat yang dulunya hidup di wilayah ini sudah punah. 
Depan Kantor Sekretariat Panwas Batom
Terakhir di tahun 2009 lalu, kami sempat bertugas sebagai Ketua PANWASLU pada Pemilihan Umum Legislatif di wilayah ini yang berpusat di Distrik Batom sehingga kami sempat melihat dan mengambil data pendudk di wilayah tersebut dimana di sepanjang pesisir Sungai Pasifik hanya terdapat 2 kampung yang baru sementara bermukim sejak akhir tahun 2005 lalu, yaitu Kampung Muara dan Kampung Oksip. Itupun masyarakatnya mengungsi dari ibukota Distrik Batom dan sebagian besar dari mereka adalah pengungsi dari Negara Papua New Guinea (PNG) yang di ngungsikan pada awal tahun 2005 lalu. 

Ibukota Distrik Kiwirok (Polobakon)
Selain itu, operasi militer juga terjadi di wilayah Distrik Kiwirok di bawah Kesatuan Maleo Yonif 752 dengan komendan Danpos yang saat itu adalah Bripka Taiyeb yang berpusat di ibukota Distrik Kiwirok yaitu Polobakon. Dalam operasi-operasi yang dilancarkannya mereka menggunakan sistem adu domba antar masyarakat dimana mereka memanfaatkan masyarakat setempat yang mereka anggap bisa mampu serta licik untuk meneliti dan melaporkan dimana dan siap saja masyarakat yang terlibat dalam kegiatan OPPM di wilayah tersebut dengan cara menyokong mereka menggunakan se-pasang pakaian tentara (loreng) bekas, se-karton supermi dan   se-bungkus biskuat khusus tentara yang saat itu mereka sebut “TB”. Dengan adanya sokongan dan kewenangan tugas tersebut kepada beberapa oknum masyarakat, maka tugas mereka adalah dari kampung ke kampung untuk mencari informasi mengenai kegiatan OPPM. Bila di suatu kampung ada sedikit kecurigaan maka mereka melaporkannya ke Pos TNI untuk melakukan operasi ke kampung tersebut pada hari itu juga di malam hari. Akibatnya banyak masyarakat yang mati sia-sia, selain itu bila di kampung tersebut ada kepala suku ataupun pemuda yang berpotensi mereka anggap dia sebagai aktifis OPPM, maka dia ditangkap dan dan disikasa untuk mencari informasi dengan berbagai pertanyaan seperti dimana pusat OPPM? Siapa komendan kalian? Kamu simpan senjata dimana? Siapa teman/pengikut kamu?, dan lain-lain. Dengan sekian banyak pertanyaan itu, membuat mereka bingung karena mereka bukan aktifis OPPM, mereka hanya masyarakat awam yang tidak tahu tentang apapun yang mereka maksud itu sehingga jawaban mereka hanya mengatakan kami tidak tahu. Jawaban itu membuat para TNI marah dan siksa mereka seperti binatang yang tidak punya harga diri di mata mereka sehingga banyak diantara pemuda atau tokoh-tokoh masyarakat tersebut berusaha kabur/lolos dari maut yang ada didepan mereka, namun susah untuk lolos dari cengkraman TNI karena peluru M16 selalu bersarang dalam tubuh mereka. Adapun contohnya, seperti salah satu tokoh pemuda bernama saudara Roniel Taplo, dari kampung Kiwi. Beliau di tangkap lalu disiksa kemudian tubuhnya di potong-potong lalu dikirim ke Jayapura menggunakan pesawat Helicopter Puma milik TNI-AD. Selain itu, ada beberapa tokoh-tokoh masyarakat dan pemuda yang ditangkap dan disiksa kemudian di bunuh diantaranya menurut informasi yang kami peroleh dari beberapa sumber antara lain adalah Bapak Heapkauweng di kampung Takpahik diwilayah Distrik Kiwirok bagian Utara, dimana dia di tangkap kemudian disiksa dan akhirnya di bunuh karena beliau diduga sebagai pemimpin OPPM di kampung tersebut namun pada kenyataannya dia adalah seorang kepala suku di kampung tersebut. Selain itu, saudara Okbalam yang diduga mengibarkan bendera bintang kejora di salah satu kampung di Kiwirok sehingga terjadi operasi gabungan anatra masyarakat dan TNI secara besar-besaran yang pada akhirnya ditangkap kemudian disiksa dengan berbagai pertanyaan yang dia belum pernah tahu tentang semuanya itu dan akhirnya ditembak mati oleh TNI-AD. Contoh korban lainnya adalah Bapak Manga Taplo dan anaknya Marius Kakadoki Taplo di Kampung Kiwi wilayah Distrik Kiwirok bagian Barat dimana beliau dan anaknya juga di duga sebagai aktifis OPPM sehingga Bapak Manga Taplo di tembak mati di kediamannya di kampung Kiwi pada tengah malam. Kemudaian anaknya Marius Kakadoki Taplo melarikan diri ke Abmisibil yang merupakan ibukota Distrik Okbibab namun dia juga tidak selamat dari para TNI yang bertugas di Pos Abmisibil. Beliau ditangkap disana kemudian di siksa sepanjang malam dan pada pagi harinya mereka membawanya ke salah satu kampung perbatasan antara Distrik Kiwirok dan Okbibab yaitu kampung Oktungo/Okbuul lalu disanalah mereka gantung dia di salah satu pohon besar di tengah-tengah hutan yang masyarakat kampung setempat sebut hutan Tungobang lalu mereka tembak dia sampai 3 kali lalu dia mati. Kemudian mayatnya di potong-potong dan memasukannya didalam karung kony lalu bawa ke Okbibab dan selanjutnya dikirim ke Jayapura.

Banyak masyarakat yang mati akibat operasi Militer yang terjadi di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang dan contoh-contoh diatas adalah hanya beberapa contoh dari Distrik Kiwirok yang kami sempat mendapatkan informasi dari beberapa sumber yang terpercaya sehingga kami bisa dapat menuangkannya dalam tulisan ini. Banyak juga dari distrik-distrik lain yang kami tidak mungkin muat satu per satu namun yang jelas bahwa dampak dari Operasi Militer tersebut banyak masyarakat yang mati sia-sia karena salah dugaan yaitu sebagai aktifis OPPM.


Operasi-Operasi Kodap 3 oleh anggota OPPM

Dampak dari perebutan Papua Barat oleh Republik Indonesia seperti yang kami kemukakan di pendahuluan diatas, maka OPPM tersebar ke seluruh wilayah tanah Papua dengan membentuk kelompok-kelompok dengan menempatkan komendan disetiap kelompok-kelompok tersebut dalam perjuangan pembebasan Papua Barat (http://oppb.webs.com/sejarahopm.htm). Hal ini akhirnya sampai juga di wilayah Ngalum (Pegunungan Bintang) dengan membentuk kelompo-kelompok kecil dengan dua komendan utama yaitu di wilayah utara sampai ke wilayah barat dan timur seperti yang kami sebutkan diatas yaitu di bawah pimpinan Paulus Kaladana yang sekarang sudah menyerah dan kembali bergabung dengan RI sejak tahun 2002 dengan semua anak-anak buahnya. 
Perumahan Bantaun Pemerintah tipe 3x6 di Distrik Batom
Kemudian dalam upaya pembinaan terhadap mantan anggota OPPM ini, pemerintah RI memberikan 200 buah rumah tipe 3x6 yang di lengkapi dengan segala fasilitas seperti air bersih, barak pasar, gedung sekolah dasar, gedung gereja lampu serta fasilitas-fasilitas lain yang berstandar kota yang tentunya berlokasi di ibukota Distrik Batom Kabupaten Pegunungan Bintang Papua (lihat gambar diatas). Kemudian yang bergerak di Ngalum (Pegunungan Bintang) bagian selatan sampai di wilayah timur yaitu di bawah pimpinan Karel Uropkulin yang juga sekarang sudah menyerah dan kembali bergabung dengan RI dengan semua pengikut atau anggotanya yang ditandai dengan pengembalian/penyerahan 3 pucuk senjata jenis Lop kepada Menteri Sosial (Aburizal Bakri) di Oksibil yang merupakan ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang dalam rangka peresmian kantor pemerintah daerah Kabupaten Pegunungan Bintang pada bulan Agustus tahun 2009 lalu. Kemudian dalam rangka pembinaan mantan anggota OPPM tersebut pemerintah memberikan bantuan yang sama seperti yang di berikan kepada para mantan anggota OPPM wilayah utara yang terletak di Distrik Batom. Di wilayah selatan mendapat dua lokasi yaitu 100 buah rumah tipe 3x6 yang di lengkapi dengan fasilitasnya di Bumbakon yang merupakan ibukota distrik Oksop dan sisanya 100 buah rumah di bangun di ibukota Distrik Iwur.

Kelompok-kelompok ini pada dasarnya dan seharusnya bergabung dengan masyarakat untuk sama-sama memperjuangkan pembebasan Papua Merdeka namun pada kenyataannya tidak demikian. Justru kebalikannya dimana mereka juga yang masuk menyiksa dan menumpas serta merampas segala kepunyaan masyarakat yang ada di kampung-kampung yang pada dasarnya mereka tahu bahwa kampung tersebut cukup jauh dari distrik dimana ada pos-pos TNI berada. Ada beberapa foktor yang mendorong kelompok OPPM masuk di kampung-kampung untuk menyiksa dan merampas segala kepunyaan masyarakat menurut fakta dan kenyataan yang terjadi saat itu antara lain adalah selain didesak oleh kebutuhan hidup mereka seperti makan, uang, pakaian, perempuan serta kebutuhan lainnya, mereka juga menduga bahwa masyarakat yang telah memelihara/menerima TNI masuk ke kampung-kampung untuk mencari informasi mengenai keberadaan mereka (OPPM) tersebut. Pada saat-saat itu, masyarakat juga sebagai korban dari operasi kelompok OPPM terhadap pos-pos TNI, terutama masyarakat yang berada dekat dengan pos-pos atau ibukota distrik selalu merupakan korban operasi kelompok OPPM. Ada beberapa contoh dari operasi OPPM yang terjadi di Distrik Kiwirok terutama di wilayah ibukota distrik yaitu polobakon dan kampung-kampung sekitarnya dimana berulang kali menjadi korban ngamukan OPPM yang sebenarnya tujuan mereka adalah meyerbu pos TNI 732 Kiwirok namun efeknya selalu masyarakat juga yang menjadi korban. Operasi ini selalu dilakukan di bawah pimpinan Rony Taplo yang merupakan putera daerah Kiwirok. Kemudian pada akhirnya beliau menyerahkan diri ke RI lalu pemerintah menyekolahkan dia di UNCEN pada fakultas hukum dan sekarang beliau adalah Sarjana Hukum. Kemudian sementara ini beliau menjabat sebagai Kepala Distrik Wara Samol Kabupaten Pegunungan Bintang dimana distrik ini sebelumnya adalah sebuah kampung yang juga bekas operasi tumpas oleh kelompok OPPM dibawah mimpinannya sendiri yang waktu itu beliau masih menjabat sebagai komendan kompi OPPM di wilayah utara Ngalum utara bagian sungai Pasifik tersebut.

Kampung Okhemek Distrik Oklip yang selalu menjadi korban OPPM
Selain itu, ada beberapa tempat yang juga menjadi korban operasi OPPM adalah kampung Oklip yang juga merupakan kampung perbatasan antara RI-PNG. Kampung ini adalah jalan utama menuju Papua New Guinea sehingga tempatnya strategis untuk para kelompok OPPM melintasi dikampung ini dan operasi tumpas pun selalu terjadi di kampung ini yang mengakibatkan banyak korban di pihak masyarakat terutama kaum laki-laki menjadi sasaran ngamukan OPPM. Kaum laki-laki selalu diikat dan digantung di tiang lalu mereka (anggota OPPM) menyiksa dan bahkan melumpuhkan mereka. Sedangkan para perempuan baik itu tua maupun mudah di perkosa lalu anak-anak perempuan yang mereka lihat cantik semuanya di ikat lalu paksa untuk ikut mereka menjadi istri-istri dari kelompok-kelompok ini kearah PNG yang tidak tahu arah dan tujuan mereka yang pasti.

 Kelompok OPPM yang selalu operasi di wilayah kampung Oklip ini mereka sebut sebagai kelompok OPPM Kodap 3 dimana pada umumnya dari wilayah selatan yang merupakan gabungan dari kelompok OPPB dari wilayah Puncak Jaya dan Timika serta dari masyarakat Ngalum wilayah selatan dimana masyarakat Oklip sebut kelompok ini orang-orang Sopsebang artinya kelompok OPPM gabungan dari Oksop dan Okse (Sungai Dugul).   Kelompok ini sangat brutal terhadap masyarakat di wilayah-wilayah Ngalum (Pegunungan Bintang). 
Ibukota Distrik Okbibab/Abmisibil

Contoh lain di Distrik Okbibab dimana operasi OPPM ini juga terjadi di kampung Iriding di bagian utara wilayah Distrik Okbibab yang memang cukup jauh dari pos TNI 702 Okbibab. Selain itu, terjadi juga di kampung Okpol bagian utara Distrik Oksibil yang pada akhirnya ketahuan oleh TNI pos 751 Oksibil kemudian terjadi kontak senjata antara TNI dan anggota kelompok OPPB di Polsam kampung Okpol Distrik Oksibil. Akibat dari operasi tersebut masyarakat kampung Okpol menjadi sasaran ngamukan kedua kelompok bersenjata tersebut.  Selanjutnya, hasil curian gadis-gadis Pegunungan Bintang yang di bawah lari oleh kelompok OPPM Kodap 3 ini kebanyakan berada di Kabupaten Timika dan Puncak Jaya terutama di wilayah kampung SP 3 Kabupaten Timika dimana mereka ini membentuk satu kampung tersendiri diwilayah tersebut. Selain itu, sebagian juga berada di Negara Papua New Guinea (PNG) yaitu sebagian besar berada di Tabubil dan juga ada di beberapa kota lain seperti Wiwek, Aitape, Vanimo dan sebagian juga di Distrik Yapsi dan Tumorbil.

Masih banyak operasi-operasi OPPM yang terjadi di wilayah Pegunungan Bintang yang tidak sempat kami sebut satu persatu. Namun pada intinya juga bahwa kelompok-kelompok ini hadir ditengah masyarakat bukannya membangun kerja sama yang baik antara masyarakat dengan mereka (OPPM) dalam memperjuangkan pembebasan papua merdeka, tetapi justru mereka (OPPM) itu juga yang menjadi musuh di tengah-tengah masyarakat sehingga masyarakat bukannya mendukung mereka tetapi malah sebaliknya takut dan menjadi musuh kedua mereka (masyarakat) setelah TNI. Hal ini terjadi karena penyebab utamanya yaitu Operasi Militer yang di lakukan oleh TNI-AD sudah terjadi dalam masyarakat diman-mana dan menelan banyak korban sehingga masyarakat tentunya menderita karena kehilangan segalanya yang mereka punya termasuk sanak saudara serta yang  lainnya. Kemudian ditambah lagi dengan opersi dari orang-orang Papua sendiri yang tergabung dalam OPPB Kodap 3 yang masuk bukannya membela masyarakat malah sebaliknya terjadi operasi tumpas lagi di dalam masyarakat itu yang akibatnya masyarakat mendapat operasi dua lapis  sehingga masyarakat manjadi serba salah dan bingung yang sebenarnya kelompok mana yang dalam posisi benar? Karena kedua kelompok tersebut adalah sama. Hanyak datang ke kampung-kampung hanya untuk membunuh, memperkosa, menganiaya serta merampas semua kepunyaan mereka. Hal ini menyebabkan trauma  yang berkepanjangan yang dialami masyarakat tersebut tidak pernah hilang sampai dengan generasi sekarang pada umumnya masyarakat di seluruh tanah Papua.

Dalam tulisan ini kami ingin menyimpulkan bahwa sekalipun sekian banyak kebijakan yang di buat oleh pemerintah pusat dalam rangka pembangunan masyarakat Papua, namun semuanya itu hanya sia-sia karena aturan dan program yang di buat hanya merugikan masyarakat bukannya membawa masyarakat ke kehidupan yang baik. Contoh-contoh yang kami utarakan diatas adalah salah satu aturan dan kebijakan yang di buat oleh pemerintah dalam rangka menstabilakn situasi keamanan Negara, namun buktinya banyak korban di pihak masyarakat yang pelakunya adalah pemerintah itu sendiri dan kelompok-kelompok yang tidak puas dengan semua kebijakan pemerintah tersebut. Oleh sebabnya, kita selaku kaum muda Papua, mari kita belajar dari pengalaman-pengalaman orang tua kita lalu jadikan itu sebagai suatu pelajaran bagi kita anak-anak muda Papua untuk lebih giat belajar agar orang Papua juga bisa menjadi setara dengan daerah lain di Indonesia.  Karena seperti yang kita tahu bahwa sekalipun pemerintah pusat membuat program serta kebijakan-kebijakan demi kesejahteraan masyarakat papua, namun semuanya itu hanya Politik belaka. Buktinya kita boleh lihat sekarang OTSUS yang sementara berjalan sudah mencapai 10 tahun lebih naum tidak membawa perubahan apa-apa bagi masyarakat Papua. Uang yang berbunyi triliunan di peruntukan bagi pembangunan Papua namun uang tersebut 100%  tidak sampai di daerah dengan berbagai aturan yang mengikat uang tersebut akibatnya sekian porsen hilang di tengah jalan. Sekalipun uang tersebut sampai di Papua namun seketika itu juga uang tersebut kembali ke Jakarta . Itulah namanya politik RI yang membuat kita orang Papua tetap terbelakang dan ketinggalan di segala bidang sampai sekarang. 

Wednesday, January 12, 2011

My Classmates

My classmates in the first semester
Pegunungan Bintang-Papua
Infront of APIU Adventist Church, after worship
Sombat Krungkuansaman
In teacher Shelly's house
With Sanpankawache
in our classroom
Pegunungan Bintang-Papua
 "The Voice of Okyip Valley
"
In our life, we can't live without other people because all the people in this world are social beings.  God has given us the other people to become our partner in this life. Specially, when you are still in the college you need to have a lot of friend in your life that time. Many people says that if you have many friends you will also get many experience and knowledge but if you don't do that,  it will become opposite with statement above. So that, you should try to make a lot friends is better than have only one enemy in our life.This is my experience with all my friend when I was in first semester in some college.

Tuesday, January 04, 2011

The Erosion of Cultural Values Ngalum Tribe

Tarian adat Pegunungan Bintang (Okhang magoding)

Terkikisnya Nilai-Nilai Budaya Suku Ngalum

Diera globalosasi saat ini , telah terjadi persaingan di berbagai bidang kehidupan masyarkat yang ditandai dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang signifikan di masyarakat global. Hal ini telah  menimbulkan banyak dampak baik dari sisi positif maupun sisi negative di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Dengan demikian, kita tidak dapat pungkiri dalam berbagai hal tersebut termasuk dalam ruang lingkup kehidupan pribadi kita baik itu dalam pikiran, perkataan maupun perbuatan dan tingkah laku kita setiap hari. Karena pada zaman modern seperti saat ini, kita tidak mungkin menghindar diri dari hal-hal tersebut. Apalagi kita sebagai kaum intelektual pelajar ataupun mahasiswa tentunya masing-masing kita mempunyai keinginan yang besar untuk mengetahui hal-hal baru yang terjadi dan berkembang di sekitar kita dimana kita belum tahu sebelumnya tentang hal-hal-hal tersebut. Jangankan para kaum intelektual, mahasiswa dan pelajar, namun para pemuda-pemudi bahkan sampai dengan orang-orang tua kita di bokam (rumah adat suku Ngalum) dan mama-mamapun mempunyai keinginan besar untuk megetahuinya dan memanfaatkannya. Bahkan sebagian dari mereka sudah mengetahui dan menggunakannya. Sabagai contoh kecil, Hand Phone, camera, iPod, bahkan ada yang sudah memiliki laptop dan lain-lain. sebagai contoh kecil kita bisa lihat gambar disamping.
Dengan demikian, banyak pemuda-pemudi bahkan orang-orang tua kita mempunyai keinginan yang besar sehingga memilih bepergian ke kota hanya untuk menikmati dan kalu boleh menjadi bagian dari hidup mereka dalam hal-hal baru tersebut dari pada tinggal di kampung
Kita tidak bisa mengatakan bahwa hal itu salah sebab bilamana kita melihat hal tersebut dari sisi positif, itu adalah kemajuan dari suatu masyarakat di suatu tempat yang dulunya tidak tahu menahu tentang perkembangan dunia luar namun sekarang mereka boleh tahu dan merasakan serta boleh memilikinya dan itu merupakan hal yang luar biasa khususnya bagi kita masyarakat pedalaman. Namun, satu hal yang kita harus ingat bahwa secara sadar atau tidak akibat dari itu lambat laun telah mengkikis unsur-unsur budaya adat-istiadat kita yang sudah menjadi bagian dasar pijakan dan pandangan hidup kita sejak turun-temurun. Bahkan boleh di katakana sekitar 40%  unsur-unsur budaya kita sudah hilang ditambah lagi dengan generasi mudah sekarang yang merupakan tulang punggung penerus pelestarian budaya pada umumnya sudah masa bodoh dengan adat-istiadat kita yang merupakan dasar pijakan hidup suku Ngalum. Kenyataan yang kami lihat pada 10 tahun terakhir ini dalam pendewasan anak lewat pendekatan budaya dan adat istiadat suku Ngalum adalah dimana anak tersebut berada di lingkingan keluarga sejak lahir sampai dengan umur 12-15an tahun atau anak tersebut setelah tamat SD dan duduk di bangku SMP kelas 1 sudah tidak di control baik lagi oleh orang tua sebab mereka dalam hal ini orang tua beranggapan bahwa anak tersebut sudah dewasa dan mampu mandiri sendiri. Sistem atau cara-cara yang sementara terjadi di setiap keluarga adalah sistem western (sisem orang barat) dan pada khususnya di suku Ngalum ini terutama terjadi dalam keluarga modern dalam hal ini keluarga pegawai kantor, guru, pengusaha, keluarga ditingkat pejabat serta lebih dari itu keluarga anak-anak muda sekarang yang kawin di bawah umur tanpa adanya pendewasaan anak tersebut secara bertahap melalui sistem adat-istiadat suku Ngalum yang berlaku secara turun-temurun. Hal ini sangat mempengaruhi sistem pelestarian budaya kita terutama suku Ngalum yang merupakan salah satu suku terbesar di wilayah pegunungan tengah Papua yang nota bene suku ini di kenal dengan suku yang paling ramah.
Suku Ngalum mengenal beberapa tahap pendewasaan anak laki-laki dimana ada dau tahap yang terpenting dari tahapan-tahapan tersebut yaitu tena kupet dan tena kamii/kamil. Kedua tahapan dalam pendewasaan tersebut adalah dasar pembentukan anak dimana ketika dia dewasa dan mandiri maka itu menjadi dasar atau pijakan hidupnya. Setelah itu, ada beberapa tahapan yang harus di penuhi oleh seorang anak laki-laki dalam proses pendewasaan seperti bagaimana cara membuat rumah, berkebun, berburu dan beternak serta bagaimana cara menjalin hubungan kekerabatan dengan sesama. Selain itu, banyak tahap-tahap dan tuntutan yang harus dilalui oleh seorang anak laki-laki suku Ngalum sebelum akhirnya tiba pada tahap paling terakhir yaitu tahap perkawinan dimana tahap ini merupakan akhir dari proses pendewasaan anak tersebut. Dalam tahap ini sudah dikatakan siap dan sudah mampu untuk membangun rumah tangga sendiri tanpa harus bergantung pada orang tuanya. Proses pendewasaan anak laki-laki bagi suku Ngalum ini sudah menjadi tradisi atau kebiasaan bagi suku Ngalum sejak suku ini ada atau dari sisi kepercayaan dan keyakinan suku Ngalum bahwa tradisi itu sudah ada setelah Atangki (Allah) menciptakan manusia di Apyim-Apom lalu diberikan kepada setiap keturunan sehingga itu adalah bagian dan menjadi dasar pijakan hidup bagi suku Ngalum. Proses pendewasaan anak ini dilakukan hanya bagi anak  laki-laki, karena khususnya  suku Ngalum memandang bahwa pria selalu memikul beban keluarga sebagai kepala rumah tangga segingga dia harus benar-benar dewasa sebelum mempunyai beban tersebut.
Dengan demikian, jika kita bandingkan dengan sedikit pemahaman tersebut yang kami uraikan diatas mengenai bagaimana proses pendewasaan anak sampai membentuk sebuah keluarga yang mandiri dengan keluarga-keluarga modern sekarang ini, saya yakin 90% tidak melakukan itu karena ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi mereka dalam hal tersebut yaitu pertama dan terutama sekali adalah karena bapak dan ibu dari anak tersebut adalah juga tidak tahu tentang adat itu sendiri. Hal ini mungkin terjadi   karena kemungkinan besar ibu dan ayahnya juga tidak mendapat pengajaran dari orang tuanya karena seperti yang saya katakana di atas bahwa kalau anak tersebut sudah duduk di bangku SMP kelas 1 dan selanjutnya orang tua sudah lepas control dalam mengurus anaknya sehingga dampaknya akan terus berlanjut sampai anak cucunya. Selain hal tersebut, perkembangan zaman dimana ilmu pengetahuan dan tehnologi serta sistem comunikasi dan informasi yang sangat pesat di era globalisasi ini yang mana berpengaruh secara cepat dan tepat kepada setiap insan tanpa memandang  tua taupun muda sehingga tentunya adat-istiadat serta nilai-nilai budaya yang kita lestarikan sejak ribuan tahun yang silam di nomor duakan ketimbang hal-hal modern. Hal ini tentunya secara tidak langsung sudah mulai mengikis nilai-nilai budaya kita menuju kepunahan sehingga di kemudian hari akan seperti sebuah pepatah yang tidak asing bagi kita dimana selalu kita dengar dari pendengaran kita yang mengatakan bahwa “hilang muka tinggal nama”.  Para pembaca yang budiman, yakin atau tidak hal itu akan terjadi 20-30an tahun kedepan, hanya tinggal nama dan kenangan-kenagannya namun mukanya tidak lagi akan Nampak sebab seperti kita tahu pada zaman ini perubahan begitu cepat terjadi di berbagai bidang kehidupan ditambah lagi dengan orang-orang tua kita yang tahu persis dalam mempertahankan budaya adat-istiadat kita sudah semain hari semakin kurang karena banyak hal yang dapat mempengaruhi mereka diantaranya selain faktor kesehatan, umur juga menjadi faktor utama dalam mempengaruhi kehidupan orang tua kita.

Airport Oksibil
Saya selaku pemerhati sangat prihatin terhadap hal ini. Untuk itu, mari kita lestarikan budaya adat-istiadat kita karena biar bagaimanapun itu adalah dasar dan sumber hidup setiap insan di setiap daerah. Dalam hal ini saya secara pribadi sampaikan kepada teman-teman  dari suku Ngalum bahwa mari kita jadikan ini sebagai suatu momen tersendiri dalam setiap pribadi ningbee, uop yao, dan nengbee serta yakon yao yuma untuk refleksikan itu dalam diri kita dan lakukan yang bias kita buat untuk selamatkan budaya adat-istiadat kita biar itu tetap lestari sekalipun perkembangan zaman menerpa kita namun kita tetap teguh dalam menjaga buadaya kita. Kita bisa belajar dari beberapa suku di belahan bumi ini contohnya seperti di provinsi Bali, sekalipun Bali adalah pantai terindah dan terbaik di Asia bahkan salah satu di Dunia sehingga banyak foreign yang datang kesana dengan berbagai budaya dan adat-istiadat yang berbeda, namun hal itu bukan halangan bagi masyarakat setempat dalam menjaga kelestarian budaya mereka. 
Thailand-Songkran Festival 
Selain itu di Negara Thailand yang merupakan Negara pengunjung foreign (tourist) terbanyak di Asia dimana di setiap tempat hampir ada foreign tetapi itu tidak menjadi halangan bagi mereka untuk menjaga budaya mereka seperti contoh kecil yang kami ikut pada upacar-upacara tertentu misalnya pada saat pesta air (songkran) mereka (masyarakat Thai) tidak akan memandang apakah kita pendatang atau tidak tetap dapat siram sampai basah kuyup kemudian mereka akan gosok abu putih pada testa kita artinya budaya lebih penting dan beharga dari pada tourist or foreign. Contoh lain yang kami pelajari, setiap gadis Thai tidak boleh disentuh oleh laki-laki kecuali dia adalah istri atau pacar kita. Ini adalah beberapa contoh yang patut kita contohi agar kita juga tetap eksis dalam menjaga budaya kita sekalipun boleh di katakana adat-istiadat kita sudah mulai hilang/punah. Kami berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, pengunjung serta pemerhati yang budiman.
Terimakasih untuk waktunya dalam membaca tulisan saya, yepmum, teleb, asbe, yelapo.

Sunday, January 02, 2011

The Light of Bible

TERANG PEKABARAN INJIL MENEMBUS KEGELAPAN DI OKYIP

Part 1

                Bermula dari seorang bapak bernama  Leitus Setamanki dimana dia mengunjungi keluarganya (uncles and aunts) di kampung Okyip pada tahun 1983, dimana beliau adalah seorang pelayan umat atau dalam ruang lingkup gereja Katolik dikenal dengan nama katekis dari Paroki St. Maria Abmisibil pertama kalinya datang ke kampung Okyip sebagai missioner dalam membawa pekabaran injil. Beliau dipanggil untuk melayani umat Tuhan yang ada di wilayah ufuk timur suku Ngalum  itu dan juga merupakan kampung halaman dari mama kandungnya. Dari sisi keturunannya, Mama dari Leitus Setamanki adalah keturunan dari marga atau klen Yamhin dimana klen ini pada umumya berasal dari kampung Okyip dan Bapak-nya adalah keturunan marga/klen Setamanki dari Abmisibil. Dengan latar belakang adanya hubungan keluarga inilah yang mendorong Bapak Leitus Setamanki untuk membawa pekabaran injil kepada sanak saudaranya yang berada di kampung Okyip.

Seabagi katekis tugas utamanya adalah mengabarkan injil kebenaran Allah di kampung ini dimana kampung ini sejak turun-temurun hidup di bawah kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang sebagai pijakan hidup mereka. Selain dia sebagai penginjil/katekis, dia juga menjadi seorang guru dengan merintis sekolah buta huruf dan mengajar bagaimana cara mambaca dan menulis kepada masyarakat yang memang pada saat  itu boleh di katakan masih primitive. Pada perkembangan pelayanannya boleh dikatakan sangat pesat baik dari sisi rohaniah maupun dari sisi pendidikan karena masyarakat menerima pelayanan ini dengan baik dan mau menerimanay. Hal ini di sebabkan karena, selain masyarakat menganggap katekis/penginjilnya adalah bagian keluarga kampung Okyip, mereka juga melihat hal ini sangat baik dan tepat karena dengan ini telah ada kemajuan seperti terciptanya perdamaian antara suku yang sebelumnya merupakan musuh perang dan lain-lain.

Kemudian pada awal tahun 1984, dia (leitus Setamanki) mengajak teman-teman pemuda dari Gereja St. Maria Abmisil untuk melanjutkan pelayanan mereka di Okyip. Para pemuda yang tergabung dalam group missionaries ini datang ke Okyip dengan segala keberadaan mereka. Para missionaries tersebut diantaranya adalah Andy Urpon, Engel Kasipmabin, Bernard Sipka, Yan Kasipmabin, Hengki Kasipdana dan yang lainnya dimana pada saat itu masih mudah-mudah, kuat serta mempunyai semangat yang besar untuk melayani masyarakat terutama dalam bidang rohani. Pada mulannya mereka datang melayani masyarakat selama jangka waktu tertentu, misalnya 1-2 minggu sebulan kemudian kembali ke Abmisibil sebagai kampung halaman mereka. Kemudian pada perkembangannya meningkat menjadi 1-2 bulan setahun dan pada akhirnya para anak-anak muda ini memutuskan untuk ada yang tinggal menetap di Okyip untuk  melayani masyarakat disana. Dalam pelayanannya, mereka berperan sebagai katekis/missionaries dan mereka juga merangkap sebagai guru dan mantri (orderly) diamana mereka mengajar dari sisi rohani, pendidikan dan kesehatan.

Pada perkembangan selanjutnya pada tahun yang sama di tahun 1983, seorang figure yang juga merupakan peranakan dan keturunan dari kampung Okyip bernama Andy Urpon dimana mamanya adalah juga marga/klen Yamhin keturunan Yamhin Tapaa Aip (Tapar Aip/Abip) dan bapaknya adalah marga/klen Urpon keturunan Urpon Kukding Oksibil. Dimana beliau ini datang ke Okyip denga misi tersendiri yaitu membuka landasan pacu/lapangan terbang (Run way) sebagai perintis dan juga merupakan lanjutan dari pelayanan pekabaran injil di daerah ini yang dirintis oleh  Leitus Setammanki dan kawan-kawannya. Pada saat itu, beliau diterima baik oleh masyarakat setempat dengan segala misi pelayanannya. Hal ini di tandai dengan adanya pesta adat sebagai tanda ucapan terimakasih mereka terhadap kedatangannya dengan segala misi yang sangat mulia itu. Pada saat itu juga mereka (masyarakat) mengantar dan menunjukan beberapa tempat yang dianggap cocok untuk di jadikan sebagai landasan pacu/lapangan terbang (run way). Kemudian pada akhirnya mereka temukan Kot Aip/Au hibii sebagai tempat yang cocok untuk di jadikan sebagai landasan pacu/lapangan terbang (run way). Pada saat itu juga di pertengahan tahun yang sama tahun 1983 masyarakat melepaskan tanah itu untuk di persiapkan menjadi landasan pacu/lapangan terbang (run way) yang ditandai dengan pesta adat dan pemberkatan oleh para tokoh-tokoh adat dan utusan gereja (katekis/missionaries) untuk mempermuda mereka dalam pengerjaannya.

Kapan selesainya landasan pacu (run way) serta pilot siapa dan pastor siapa yang pertama masuk di Okyip dan bagaimana selanjtnya,,,,,???

Ikuti Part 2 dalam tulisan ini dan selanjutnya,,,,,

Terimakasih untuk waktu yang saudar/i luangkan untuk visit web kami.