Masyarakat Pegunungan Bintang Sulit Bertemu Pejabat Daerah
Dalam praktek penyelenggaraan pemerintanah daerah di tingkat Kabupaten pegunungan Bintang yang sementara berjalan dua dekade ini dimana semenjak Kabupaten ini terbentuk berdasarkan UU No 21 tahun 2001 tentang pemekaran Kabupaten se-wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat, banyak kendala ataupun keluhan yang selalu datang dari seluruh lapisan masyarakat Pegunungan Bintang. Salah satu persoalan dimaksud adalah kesulitan mereka (masyarakat) dalam bertatap muka langsung dengan para pejabat daerah. Hal ini terjadi karena banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Faktor utama yang membuat masyarakat resah terhadapa pejabat daerah tersebut adalah ketidak beradaan pejabat di lapangan (kantor) yang mana pada umunya mereka berada di kota (Jayapura, Jakarta dll.) dengan berbagai alasan dan kepentingan mereka masing-masing. Hal ini menyebabkan banyak persoalan dalam penyelenggaan pemerintahan daerah, diantaranya;
- Aktifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah di kantor tidak berjalan normal dan efektif seperti di Kota dan Kabupaten lain di Tanah Papua yang akibatnya banyak pekerjaan yang tertunda dan bahkan tidak terselesaikan.
- Banyak aspirasi masyarakat yang tidak diakomodir secara baik sehingga dampaknya masyarakat resah dan terjadinya mosi ketidakpercayaan masyarakat terhadap pejabat tertentu yang berkepentingan langsung dengan persoalan tersebut.
- Para pegawai (PNS) yang bertugas di setiap instansi pemerintah daerah baik Dinas, Bagian, maupun Badan tidak betah dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab mereka sebagai penyedia layanan (service provider) bagi masyarakat. Akibatnya mereka lari ke kota dengan alasan tidak ada pimpinan (atasan) yang mengatur dan mengkoordinir mereka dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab mereka.
- Serta persoalan-persoalan lainnya yang tentunya dapat mempengaruhi percepatan pembangunan daerah Ngalum.
Dengan demikian, persoalan-persoalan tersebut diatas tentunya merupakan tugas dan tanggungjawab para pejabat pemerintah daerah dalam mengakomodir semuanya sehingga bagaimanapun mereka (pejabat) harus pulang ke daerah dalam menyikapi semua persoalan tersebut. Pada umumnya mereka pulang ke daerah/kabupaten 1-2 kali sebulan dan lebihnya itu mereka menghabiskan waktu di kota dengan berbagai urusan, baik urusan dinas maupun urusan pribadi mereka. Ketika pada giliran mereka kembali ke daerah banyak pekerjaan yang tertumpuk serta lebih dari itu banyak pula persoalan yang datang dari semua kalangan masyarakat, baik masyarakat biasa, masyarakat akademik (pelajar-mahasiswa) maupun dari bawahannya dalam hal ini para pegawai (PNS) dengan berbagai kepentingan yang tentunya harus di selesaikan ataupun dikoordinasi langsung dengan pejabat yang bersangkutan.
Dengan adanya banyak pekerjaan serta persoalan yang harus diselesaikan, maka masyarakat pun menjadi antri untuk bertemu pejabat yang dimaksud sepanjang hari bahkan kadang sampai 2-3 hari hanya untuk bertemu dia. Itupun bagi mereka yang terseleksi berdasarkan pokok persoalan atau permasalahan yang ingin disampaikan langsung kepada pejabat tersebut. Bagi mereka yang tidak terseleksi biasany mereka pulang dengan kecewa dan bertanya-tanya, mengapa yang lain bisa dia terima sedangkan saya tidak? pertanyaan itu yang selalu muncul di setiap masyarakat yang ditolak bertemu pejabat tersebut. Pada umumnya masyarakat yang ditolak ataupun menunda untuk ketemu pejabat tersebut biasanya masyarakat biasa (petani) yang notabene datang dari tempat yang cukup jauh dari ibukota Kabupaten dimana mereka harus berjalan kaki ke ibukota Kabupaten (Oksibil) selama 3-4 hari bahkan sampai se-minggu hanya untuk bertemu pejabat tersebut. Akhirnya mereka selalu pulang dengan kecewa dan harus berjalan kaki kembali ke kampungnya dengan memakan waktu yang cukup lama.
Setelah 2-3 hari di daerah/kabupaten dan merasa sudah menyelesaikan tugasnya, mereka kembali lagi ke kota dengan alsan harus ikut kegiatan ini, ada panggilan mendadak dan lain-lain alasan yang mendukung mereka untuk meninggalan tugas utama mereka di daerah. Dan kebiasaan itulah yang terus menerus terjadi di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Pegunungan Bintang. Dengan kebiasaan para pejabat ini tentunya sangat perpengaruh terhadap proses pembangunan di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang karena seluruh struktural pemerintahan daerah sangat saling mempengaruhi dan berkaitan satu dengan yang lain sehingga misalnya salah satu unsur itu tidak ada otomatis yang bagian yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya tentu akan lumpuh. Belum lagi kalau semua pejabat tidak ada di tempat, pastinya semua aktifitas penyelenggaraan pemerintahan akan lumpuh total.
Kabiasaan ini terjadi karena banyak faktor. Selain karena kondisi daerah yang baru sehingga boleh di katakan semua fasilitas tidak memadai akibatnya semua pejabat bahkan para Pegawainya pun tidak beta tinggal dan bertugas di daerah. Selain itu, sudah terbiasa dengan hidup di kota yang tentunya hidup serba ada (available) dalam segala kebutuhan sehinggan tentunya sangat mempengaruhi kinerja mereka di daerah. Disisi lain, karena tugas kantor atau perjalanan dinas yang memang membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga hal ini menyebabkan banyak pekerjaan maupun persoalan yang tertampung di kantor belum bisa segera di realisasi. Selain ketiga factor tersebut, faktor keluarga juga merupakan salah satu penyebab utama yang dapat mempengaruhi mereka. Pada umumnya keluarga mereka tinggal di kota ketimbang memilih tinggal di daerah. Hal ini terjadi terutama para pejabat maupun para pegawai yang notabene bukan asli orang Ngalum (Pegunungan Bintang) dimana keluarga mereka memilih menempatkan mereka di kampung halaman mereka atau pada umumnya di kota Jayapura dari pada ikut serta mereka ke daerah/kabupaten yang akibatnya mereka harus luangkan banyak waktu untuk berkunjung ke keluarga dari pada bekerja di kantor. Sekalipun mereka bekerja di kantor tentu saja tidak akan fokus pada pekerjaan yang mereka kerjakan karena memikirkan keluarga mereka dan lain sebagainya. Selain itu factor sarana dan prasarana belum memadai seperti perumahan/barak pegawai, perumahan pejabat yang maksimal, saran air bersih, listrik dan lain-lain ini menjadi faktor utama pendukunng kinerja pejabat maupun pegawai di daerah.
Maklumlah bahwa kabupaten ini baru berkembang dan sementara mulai dari nol sehingga perlu waktu dan dana yang cukup besar untuk membangun semua fasilitas tersebut. Namun disis lain, jika kita berpegang pada prinsip tersebut kemudian tinggal menetap di kota lalu tidak mau tinggal dan kerja di daerah, siapa lagi yang akan mau bekerja dan membangun semua fasilitas dimaksud? Ini adalah sebuah pertanyaan yang harus dipegang oleh para pejabat maupun bawahannya yang perlu direnungkan baik-baik.
Untuk menyikapi semua persoalan tersebut, sebaiknya pemerintah pusat bertindak tegas kepada para pejabat yang tidak berada di tempat tugas atau tidak melaksanakan tugasnya di daerah dan berkeliaran di kota. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan sanksi tertulis sesuai hukum yang berlaku sesuai dengan tugas dan fungsinya di daerah. Hal ini tentunya akan membantu para pejabat untuk tunduk kepada aturan tersebut dan mau tidak mau akan tinggal di daerah dan akan bekerja dengan baik. Kemudian sebaliknya pemerintah daerah pun buat suatu perda atau aturan untuk memberi hukuman tertulis bagi semua pegawai yang tidak melaksanakan tugas di daerah dengan cara hukuman tertulis dan bila perlu mencopot jabatan mereka bagi pejabat dan memecat mereka yang berstatus pegawai. Hal ini sangat membantu disiplin kinerja pegawai baik para pejabat sampai dengan para pegawai di setiap instansi.
Dengan demikian, diharapkan dengan adanya disiplin kinerja pejabat akan mempermudah para pegawai/bawahan mereka dalam meningkatkan kualitas kinerja mereka di kantor. Selain it, semua pekerjaan dan persoalan yang datang dari setiap unsur masyarakat akan dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Disisi lain, akan mempermudah setiap unsur masyarakat untuk menyampaikan segala aspirasi mereka kepada setiap pejabat yang dimaksud sehingga akan berlakulah komunikasi pemerintahan dimana pada prinsipnya adalah adanya interaksi antara penyedia layanan (service provider)dan penerima layanan (service recipient).
Membangun suatu daerah yang baru tentunya membutuhkan suatu pengorbanan yang sangat besar baik real maupun morel. Bila bekerja dengan setengah hati, maka semua yang kita kerjakan akan menjadi suatu gununga yang besar dan sia-sia sehingga sukar untuk diselesaikannya sekalipun itu hal kecil. Terbiasakan diri untuk menyelesaikan sesuatu yang kecil, akan membiasakan anda untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang sangat besar yang tentunya orang lain tidak dapat melakukanya.
Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan motivasi bagi kita dan terlebih menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Pegunungan Bintang.
No comments:
Post a Comment
Thanks for visiting my blogspot