The traditional clothing of Ngalum tribe (District Okbibab) Pegunungan Bintang
Yepmum, Telep, Asbe, Yelako, Lapmum,

Tuesday, January 04, 2011

The Erosion of Cultural Values Ngalum Tribe

Tarian adat Pegunungan Bintang (Okhang magoding)

Terkikisnya Nilai-Nilai Budaya Suku Ngalum

Diera globalosasi saat ini , telah terjadi persaingan di berbagai bidang kehidupan masyarkat yang ditandai dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang signifikan di masyarakat global. Hal ini telah  menimbulkan banyak dampak baik dari sisi positif maupun sisi negative di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Dengan demikian, kita tidak dapat pungkiri dalam berbagai hal tersebut termasuk dalam ruang lingkup kehidupan pribadi kita baik itu dalam pikiran, perkataan maupun perbuatan dan tingkah laku kita setiap hari. Karena pada zaman modern seperti saat ini, kita tidak mungkin menghindar diri dari hal-hal tersebut. Apalagi kita sebagai kaum intelektual pelajar ataupun mahasiswa tentunya masing-masing kita mempunyai keinginan yang besar untuk mengetahui hal-hal baru yang terjadi dan berkembang di sekitar kita dimana kita belum tahu sebelumnya tentang hal-hal-hal tersebut. Jangankan para kaum intelektual, mahasiswa dan pelajar, namun para pemuda-pemudi bahkan sampai dengan orang-orang tua kita di bokam (rumah adat suku Ngalum) dan mama-mamapun mempunyai keinginan besar untuk megetahuinya dan memanfaatkannya. Bahkan sebagian dari mereka sudah mengetahui dan menggunakannya. Sabagai contoh kecil, Hand Phone, camera, iPod, bahkan ada yang sudah memiliki laptop dan lain-lain. sebagai contoh kecil kita bisa lihat gambar disamping.
Dengan demikian, banyak pemuda-pemudi bahkan orang-orang tua kita mempunyai keinginan yang besar sehingga memilih bepergian ke kota hanya untuk menikmati dan kalu boleh menjadi bagian dari hidup mereka dalam hal-hal baru tersebut dari pada tinggal di kampung
Kita tidak bisa mengatakan bahwa hal itu salah sebab bilamana kita melihat hal tersebut dari sisi positif, itu adalah kemajuan dari suatu masyarakat di suatu tempat yang dulunya tidak tahu menahu tentang perkembangan dunia luar namun sekarang mereka boleh tahu dan merasakan serta boleh memilikinya dan itu merupakan hal yang luar biasa khususnya bagi kita masyarakat pedalaman. Namun, satu hal yang kita harus ingat bahwa secara sadar atau tidak akibat dari itu lambat laun telah mengkikis unsur-unsur budaya adat-istiadat kita yang sudah menjadi bagian dasar pijakan dan pandangan hidup kita sejak turun-temurun. Bahkan boleh di katakana sekitar 40%  unsur-unsur budaya kita sudah hilang ditambah lagi dengan generasi mudah sekarang yang merupakan tulang punggung penerus pelestarian budaya pada umumnya sudah masa bodoh dengan adat-istiadat kita yang merupakan dasar pijakan hidup suku Ngalum. Kenyataan yang kami lihat pada 10 tahun terakhir ini dalam pendewasan anak lewat pendekatan budaya dan adat istiadat suku Ngalum adalah dimana anak tersebut berada di lingkingan keluarga sejak lahir sampai dengan umur 12-15an tahun atau anak tersebut setelah tamat SD dan duduk di bangku SMP kelas 1 sudah tidak di control baik lagi oleh orang tua sebab mereka dalam hal ini orang tua beranggapan bahwa anak tersebut sudah dewasa dan mampu mandiri sendiri. Sistem atau cara-cara yang sementara terjadi di setiap keluarga adalah sistem western (sisem orang barat) dan pada khususnya di suku Ngalum ini terutama terjadi dalam keluarga modern dalam hal ini keluarga pegawai kantor, guru, pengusaha, keluarga ditingkat pejabat serta lebih dari itu keluarga anak-anak muda sekarang yang kawin di bawah umur tanpa adanya pendewasaan anak tersebut secara bertahap melalui sistem adat-istiadat suku Ngalum yang berlaku secara turun-temurun. Hal ini sangat mempengaruhi sistem pelestarian budaya kita terutama suku Ngalum yang merupakan salah satu suku terbesar di wilayah pegunungan tengah Papua yang nota bene suku ini di kenal dengan suku yang paling ramah.
Suku Ngalum mengenal beberapa tahap pendewasaan anak laki-laki dimana ada dau tahap yang terpenting dari tahapan-tahapan tersebut yaitu tena kupet dan tena kamii/kamil. Kedua tahapan dalam pendewasaan tersebut adalah dasar pembentukan anak dimana ketika dia dewasa dan mandiri maka itu menjadi dasar atau pijakan hidupnya. Setelah itu, ada beberapa tahapan yang harus di penuhi oleh seorang anak laki-laki dalam proses pendewasaan seperti bagaimana cara membuat rumah, berkebun, berburu dan beternak serta bagaimana cara menjalin hubungan kekerabatan dengan sesama. Selain itu, banyak tahap-tahap dan tuntutan yang harus dilalui oleh seorang anak laki-laki suku Ngalum sebelum akhirnya tiba pada tahap paling terakhir yaitu tahap perkawinan dimana tahap ini merupakan akhir dari proses pendewasaan anak tersebut. Dalam tahap ini sudah dikatakan siap dan sudah mampu untuk membangun rumah tangga sendiri tanpa harus bergantung pada orang tuanya. Proses pendewasaan anak laki-laki bagi suku Ngalum ini sudah menjadi tradisi atau kebiasaan bagi suku Ngalum sejak suku ini ada atau dari sisi kepercayaan dan keyakinan suku Ngalum bahwa tradisi itu sudah ada setelah Atangki (Allah) menciptakan manusia di Apyim-Apom lalu diberikan kepada setiap keturunan sehingga itu adalah bagian dan menjadi dasar pijakan hidup bagi suku Ngalum. Proses pendewasaan anak ini dilakukan hanya bagi anak  laki-laki, karena khususnya  suku Ngalum memandang bahwa pria selalu memikul beban keluarga sebagai kepala rumah tangga segingga dia harus benar-benar dewasa sebelum mempunyai beban tersebut.
Dengan demikian, jika kita bandingkan dengan sedikit pemahaman tersebut yang kami uraikan diatas mengenai bagaimana proses pendewasaan anak sampai membentuk sebuah keluarga yang mandiri dengan keluarga-keluarga modern sekarang ini, saya yakin 90% tidak melakukan itu karena ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi mereka dalam hal tersebut yaitu pertama dan terutama sekali adalah karena bapak dan ibu dari anak tersebut adalah juga tidak tahu tentang adat itu sendiri. Hal ini mungkin terjadi   karena kemungkinan besar ibu dan ayahnya juga tidak mendapat pengajaran dari orang tuanya karena seperti yang saya katakana di atas bahwa kalau anak tersebut sudah duduk di bangku SMP kelas 1 dan selanjutnya orang tua sudah lepas control dalam mengurus anaknya sehingga dampaknya akan terus berlanjut sampai anak cucunya. Selain hal tersebut, perkembangan zaman dimana ilmu pengetahuan dan tehnologi serta sistem comunikasi dan informasi yang sangat pesat di era globalisasi ini yang mana berpengaruh secara cepat dan tepat kepada setiap insan tanpa memandang  tua taupun muda sehingga tentunya adat-istiadat serta nilai-nilai budaya yang kita lestarikan sejak ribuan tahun yang silam di nomor duakan ketimbang hal-hal modern. Hal ini tentunya secara tidak langsung sudah mulai mengikis nilai-nilai budaya kita menuju kepunahan sehingga di kemudian hari akan seperti sebuah pepatah yang tidak asing bagi kita dimana selalu kita dengar dari pendengaran kita yang mengatakan bahwa “hilang muka tinggal nama”.  Para pembaca yang budiman, yakin atau tidak hal itu akan terjadi 20-30an tahun kedepan, hanya tinggal nama dan kenangan-kenagannya namun mukanya tidak lagi akan Nampak sebab seperti kita tahu pada zaman ini perubahan begitu cepat terjadi di berbagai bidang kehidupan ditambah lagi dengan orang-orang tua kita yang tahu persis dalam mempertahankan budaya adat-istiadat kita sudah semain hari semakin kurang karena banyak hal yang dapat mempengaruhi mereka diantaranya selain faktor kesehatan, umur juga menjadi faktor utama dalam mempengaruhi kehidupan orang tua kita.

Airport Oksibil
Saya selaku pemerhati sangat prihatin terhadap hal ini. Untuk itu, mari kita lestarikan budaya adat-istiadat kita karena biar bagaimanapun itu adalah dasar dan sumber hidup setiap insan di setiap daerah. Dalam hal ini saya secara pribadi sampaikan kepada teman-teman  dari suku Ngalum bahwa mari kita jadikan ini sebagai suatu momen tersendiri dalam setiap pribadi ningbee, uop yao, dan nengbee serta yakon yao yuma untuk refleksikan itu dalam diri kita dan lakukan yang bias kita buat untuk selamatkan budaya adat-istiadat kita biar itu tetap lestari sekalipun perkembangan zaman menerpa kita namun kita tetap teguh dalam menjaga buadaya kita. Kita bisa belajar dari beberapa suku di belahan bumi ini contohnya seperti di provinsi Bali, sekalipun Bali adalah pantai terindah dan terbaik di Asia bahkan salah satu di Dunia sehingga banyak foreign yang datang kesana dengan berbagai budaya dan adat-istiadat yang berbeda, namun hal itu bukan halangan bagi masyarakat setempat dalam menjaga kelestarian budaya mereka. 
Thailand-Songkran Festival 
Selain itu di Negara Thailand yang merupakan Negara pengunjung foreign (tourist) terbanyak di Asia dimana di setiap tempat hampir ada foreign tetapi itu tidak menjadi halangan bagi mereka untuk menjaga budaya mereka seperti contoh kecil yang kami ikut pada upacar-upacara tertentu misalnya pada saat pesta air (songkran) mereka (masyarakat Thai) tidak akan memandang apakah kita pendatang atau tidak tetap dapat siram sampai basah kuyup kemudian mereka akan gosok abu putih pada testa kita artinya budaya lebih penting dan beharga dari pada tourist or foreign. Contoh lain yang kami pelajari, setiap gadis Thai tidak boleh disentuh oleh laki-laki kecuali dia adalah istri atau pacar kita. Ini adalah beberapa contoh yang patut kita contohi agar kita juga tetap eksis dalam menjaga budaya kita sekalipun boleh di katakana adat-istiadat kita sudah mulai hilang/punah. Kami berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, pengunjung serta pemerhati yang budiman.
Terimakasih untuk waktunya dalam membaca tulisan saya, yepmum, teleb, asbe, yelapo.

1 comment:

Thanks for visiting my blogspot